Surabaya, blok-a.com – Rini Hanifah berangkat sendirian mengendarai sepeda motor menuju kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/1/2023) pukul 08.00 WIB. Dia lantas bertemu rekannya sesama orang tua korban Tragedi Kanjuruhan lainnya, Machsudin, dan Juariyah, warga Jalan Muharto, Malang.
Tanpa dikomando, tanpa digerakkan, mereka mengaku ingin menyaksikan proses persidangan kasus yang merenggut 136 nyawa, termasuk anak mereka.
Rini Hanifah, salah satunya, rela berkendara motor puluhan kilometer untuk mengikuti dan melihat proses persidangan.
Ibu dari korban Kanjuruhan, Agus Triansyah (20), ini mengakui bahwa dorongan kuat itu karena dia tidak pernah bisa move on melupakan anaknya.
Bagi Rini, anaknya adalah sosok yang sangat pendiam. Agus Triansyah, sejak SMP sudah jatuh cinta kepada Arema FC.

Dia menjadi supporter mania, dan mengakibatkan anaknya tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. “Anak saya memang sangat cinta Arema. Dia sampai tidak mau meneruskan sekolah karena jatuh cinta dengan Arema. Ya karena setiap pertandingan selalu lihat,” ujar Rini.
Namun, apa dikata, nyawa anaknya diambil oleh sang Maha Kuasa. Dia pun sudah mengikhlaskan. Namun sejak kepergiannya, kondisi kejiwaannya ibu tiga anak ini goyah dan terguncang.
Sempat berpindah-pindah usaha. Dari jualan daging ayam ke jualan kue basah untuk bertahan hidup.
Hidupnya terasa berat sejak kepergian anaknya. Emosi kejiwaannya masih diakui tak stabil saat teringat anaknya.
Apalagi saat dihalang-halangi masuk ruang sidang untuk melihat jalannya persidangan, emosinya pun meninggi spontan.
“Saya ini menuntut keadilan. Keadilan harus ditegakkan seadil-adilnya,” ujarnya.
Selama ini ada kesan bahwa keluarga korban setelah diberi santunan akan diam, tidak bagi dirinya.
Dia menyatakan akan tetap bersuara kencang agar keadilan diperoleh seadil-adilnya.
Diketahui, pemerintah RI dari Jokowi memberi santunan Rp50 juta, Pemda Malang ada Rp10 juta. Namun dari panitia tidak ada sama sekali.
Hal itu diakui oleh Juariyah (43), ibu kandung dari Sifwa Dinar Arta Mevia (17) yang juga menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. Warga Jalan Muharto, Gg V Malang ini mengaku tidak akan pernah bisa melupakan anaknya.
“Sampai kapan pun masih tidak bisa move on, karena ini anak. Kami hadir untuk mendukung penegakan hukum. Hukuman para terdakwa itu setimpal. Kami, minta mereka dihukum mati. Nyawa dibayar dengan nyawa,” ujarnya.
Sekadar diketahui, sedikitnya 800 personel aparat Polri dari Brimob, Polda, dan Polrestabes, siaga di luar dan dalam kantor Pengadilan Negeri kelas I, Surabaya di lokasi sidang perdana kasus tragedi Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Senin (16/1/2023) pukul 10.00 WIB.
Dalam sidang kasus ini terdapat lima terdakwa antara lain dari kepolisian Wahyu Setyo Pranoto (eks Kabag Ops Polres Malang), Bambang Sidik Achmadi (eks Kasat Samapta Polres Malang), dan Hasdarmawan (eks Danki 3 Brimob Polda Jatim). Lalu dua orang dari sipil adalah Suko Sutrisno (Security Officer Arema FC) dan Abdul Haris (panpel Arema FC).(kim/lio)
Discussion about this post