Hasto Wardoyo Sebut Bahaya Nikah Usia Muda yang Menuruti Hasrat Biologis Semata

Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo memberikan sosialisasi di Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazaalie Jember. (BKKBN)
Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo memberikan sosialisasi di Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazaalie Jember. (BKKBN)

Surabaya, blok-a.comHasto Wardoyo adalah dokter spesialis kandungan. Dia juga Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI.

Kali ini Hasto, turun gunung menjelaskan bahaya nikah muda di depan 600 santriwati Pondok Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazaalie Jember.

Hasto, sebagai Kepala BKKBN RI, prihatin dengan tingginya angka stunting, dan dispensasi nikah (Diska) di Jember.

Padahal ada 4 poin yang menjadi tugas dari Presiden RI Jokowi, yakni zero stunting di 2024 untuk mencapai generasi emas 2045.

Lalu penanganan kemiskinan esktrem, penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dan terakhir menurunkan angka dispensasi nikah (Diska) di Kabupaten Jember.

“Sesuai arahan Wakil Presiden untuk melibatkan tokoh-tokoh agama dalam mensosialisasikan usia ideal menikah baik bagi putra maupun bagi putri,” ujarnya.

Menurut Hasto, untuk menciptakan rumah tangga harmonis, anak-anak yang hebat dan keluarga yang berkualitas maka pernikahan harus di usai yang matang.

Bukan diukur fisiknya. Namun ada banyak remaja secara fisik dan hasrat biologis besar, terburu-buru nikah atau dinikahkan dengan mengajukan dispensasi nikah, akan jadi penyumbang angka stunting pada anak.

Secara fisik organ reproduksi belum matang. Sehingga risikonya banyak sekali. Bila terjadi kehamilan akan menjadi kehamilan berisiko tinggi baik bagi ibu atau janin.

Selain dari mental dan kematangan emosional masih labil dan sangat rawan terjadinya pertengkaran yang berujung pada perceraian.

“Pada 2021, di Indonesia tingkat perceraian sangat tinggi yaitu 581 ribu kasus perceraian, ” sebutnya.

Hasto mempertegas, perceraian mayoritas karena suami sebagai kepala keluarga belum dewasa.

Belum bisa menerima kekurangan istri. Pun sebaliknya, istri belum bisa menerima kekurangan suami. Kondisi itu memicu percekcokan dan berujung perceraian.

“Jangan nuruti hasrat biologis atau golek enak e saja. Namun harus puasa demi masa depan anak-anak,” ujarnya.

Dia meminta agar para remaja tidak terburu-buru menikah namun menunda untuk kepentingan lebih besar.

“Jika masyarakat semua memahami ini maka angka diska akan turun, sehingga risiko stunting juga turun,” ujarnya, di depan 600 santri dan Pendiri Pondok Pesantren Darul hikmah Al-Ghazaalie Jember, KH Achmad Nasihin AR.

Sementara itu KH Achmad Nasihin, mendukung BKKBN RI nenurunkan anka stunting dengan cara menurunkan angka Diska.

“Islam menginginkan generasi yang sehat, dan baik. Salah satu ikhtiarnya adalah mencegah pernikahan dini,” ujar Kiai Nasihin.

Dijelaskan bahwa banyak wali santri Pondoknya meminta izin anaknya dinikahkan usai lulus SMA.

Tapi kiai menyarankan untuk ditunda karena menuju keluarga sakinah mawaddah warohmah, pernikahan harus di usia yang matang.(kim/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?