Alasan Pedagang Pasar Kebalen Jualan Hingga Meluber ke Jalan

Pedagang Pasar Kebalen yang masih berjualan di dalam menunggu pelanggan (foto : Widya Amalia/Blok-A.com)

Kota Malang, Blok-a.com – Sejak pandemi corona virus melanda, pedagang di Pasar Kebalen sempat alami penurunan omset sebesar 50 persen. Hal itu disampaikan oleh Pengelola Pasar Kebalen, Sugiyanto.

“Sejak pandemi memang omset menurun, banyak pedagang mengeluh ke kita kalau pasar sepi,” kata dia, pada Jumat (12/1/2024).

Penyebabnya tidak lain karena masifnya perdagangan melalui jalur daring. Para pedagang Pasar Kebalen mengaku banyak pelanggannya yang lari ke penjual online. Selain dinilai praktis, namun juga harganya tidak jauh berbeda. Sehingga, daripada para pembeli harus susah-susah keluar rumah dan parkir, mereka lebih memilih pesan.

Sementara itu, untuk dipaksa berpindah ke era digital, para pedagang tidak bisa berkejaran. Hal itu karena umurnya yang sudah senja yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.

“Kalau disuruh lihat HP mereka kebingungan sekali, ‘wah ini gimana ini yaapa?’ akhirnya mereka paling gampang ya jualan di depan (bangunan pasar),” tambah dia.

Di satu sisi, jumlah pedagang di Pasar Kebalen turun drastis. Sebelumnya, tercatat ada 700 lebih pedagang yang berada di bawah pengelola pasar. Namun, sejak corona, banyak sekali pedagang yang harus menghembuskan nafas terakhirnya. Kurang lebih jumlah pedagang di Pasar Kebalen merosot hingga 100 lebih. Kebanyakan adalah pedagang yang sudah berusia renta. Kemudian, beberapa dari pedagang juga memilih pindah pasar di tempat yang lebih baik.

“Sehingga yang datang cuma pelanggan lama saja yang masuk ke dalam. Di satu sisi orang suka beli di luar kan langsung pakai motor itu belanja langsung pulang. Tidak perlu parkir atau seperti apa. Jadi ya orang lebih pilih belanja di luar,” beber lelaki berkumis ini.

Untuk semua pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sekitar pasar merupakan warga sekitar yang tinggal di jalan Zaenal Zakse. Kebanyakan datang dari kolega dan tetangga. Jumlahnya mencapai 600 lebih, yang sebagian dulunya merupakan pedagang di dalam pasar.

“Itu yang berjualan misalnya bedak (kios) sebelahan ya itu kakak adik. Ada ibu dan anak. Jadi keluarga semua di sini, jadi karena pembelinya juga orang sini-sini saja makanya mereka maju ke jalan,” beber Sugianto. (wdy/bob)