Lalu Uwais menanyakan apakah M Halik menanyakan keputusan harga tersebut ke Hendro Suseno, Edi menjawab, “mungkin”.
“Kalau iya jawab iya, kalau tidak tahu jawab tidak tahu,” kata Uwais mendengar jawaban Edi.
Pada saat itulah, Edi lantas membenarkan bahwa Halik pernah menyebut nama Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno sebagai orang tempat Halik meminta keputusan harga jual pembelian BBM hasil penggelapan yang dijual oleh Edi dan kawan-kawan.
Uwais kemudian meminta konfirmasi kepada Edi bahwa BBM yang dipasok PT Bahana Line ke kapal Meratus diselewengkan oleh Edi dan kawan-kawan lalu BBM hasil penggelapan itu dibeli lagi oleh PT Bahana Line.
“Apakah kemudian BBM yang dibeli PT Bahana Line itu kemudian dijual lagi ke PT Meratus Line?” tanya Uwais.
“Saya tidak tahu. Selesai suplai saya pulang,” jawab Edi.
Di bagian lain, menjawab pertanyaan JPU, Estik Dilla Rahmawati, Edi mengatakan bahwa BBM hasil penggelapan tersebut terakhir dijual dengan Rp2.750 per liter ke PT Bahana Line.
Padahal, PT Bahana Line selama ini menjual BBM jenis HSD untuk kapal-kapal PT Meratus Line dengan harga untuk sektor industri Rp10.500 per liter.
Sementara itu, Edi Setyawan adalah karyawan PT Mirsan Mandiri Indonesia yang ditempatkan di PT Meratus Line sebagai sopir kendaraan pengangkut alat ukur suplai BBM yakni mass flow meter (MFM).
Edi mengatakan penggelapan BBM dilakukan dengan cara mengisikan BBM ke kapal tongkang PT Bahana Line setelah dijeda saat pengisian ke tanki kapal PT Meratus Line di pertengahan.
“Misalnya PO (purchase order) 100 kilo liter, hanya 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line. Sisa yang 20 kilo liter diputar ke tanker Bahana lagi,” ujarnya.
Kata Edi, meski tidak seluruh BBM yang dipesan diisikan ke kapal PT Meratus Line penggelapan tidak mudah terungkap karena di dalam tangki terdapat BBM sisa pelayaran yang tidak dilaporkan.
Isu mafia penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM oleh PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD.
Pada Maret 2022, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan 17 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Praktik penggelapan BBM ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022. Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp501 miliar lebih.
Sejauh ini, para tersangka yang kini duduk di kursi terdakwa merupakan para pelaku lapangan. Padahal, dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumberdaya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.
Terlebih, MFO tidak mungkin dijual ke nelayan yang memakai kapal-kapal yang tidak memakai BBM MFO.
Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut.
Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor atau pun penadah yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut.(kim/lio)