Gresik, blok-a.com – Hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua BPD Roomo, H. Nurhasim, mengabulkan gugatan terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik terkait penetapan tersangka dugaan tindak pidana korupsi beras dari dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Dalam putusannya, Hakim Adhi Satrija Nugroho menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan terhadap Nurhasim tidak sah secara hukum.
“Mengabulkan permohonan praperadilan seluruhnya. Menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan atas pemohon tidak sah demi hukum. Mengeluarkan pemohon dari tahanan dan merehabilitasi nama baik pemohon. Serta memerintahkan agar termohon (Kejari Gresik) menghentikan pemeriksaan penyidikan pada pemohon,” tegas Adhi Satrija Nugroho saat membacakan putusan, Senin (21/10/2024).
Pada amar putusan hakim telah mempertimbangkan bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka harus memilik bukti permulaan cukup yakni dua alat bukti.
Sementara, dalam kasus ini, bukti yang diajukan oleh pihak Kejari Gresik hanya berupa pemeriksaan beberapa saksi tanpa adanya bukti spesifik yang menunjukkan adanya kerugian negara.
“Meskipun termohon telah menunjukkan dua alat bukti secara formal tentang peristiwa hukum akan tetapi termohon tidak menunjukkan spesifik kerugian negara secara mutlak. Maka permohonan pemohon dapat dikabulkan seluruhnya,” jelasnya.
Selain itu, hakim juga merujuk pada keterangan ahli hukum dari pihak pemohon, Sholihudin, yang menegaskan bahwa satu-satunya lembaga yang berhak menentukan kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tanggapan Kejari Gresik
Setelah putusan ini dikeluarkan, Kejari Gresik langsung menindaklanjutinya dengan membebaskan Nurhasim dari tahanan.
Kajari Gresik, Nana Riana, menjelaskan bahwa pihaknya hanya membebaskan Nurhasim karena dua tersangka lain, yaitu Kades Roomo dan Sekdes, tidak mengajukan praperadilan.
“Kami langsung melaksanakan isi putusan praperadilan. Saat ini, hanya tersangka Nurhasim yang kami keluarkan. Sedang kedua tersangka lainnya yakni Kades Roomo dan Sekdes masih dilakukan penahanan karena kedua tersangka tidak melakukan praperadilan,” ujar Kajari Gresik, Nana Riana.
Kajari Gresik juga menambahkan, bahwa pihaknya akan mengkaji dan mempelajari putusan hakim. Lantaran, ada beberapa hal yang dirasa kurang tepat, terutama terkait alasan yang mengabulkan praperadilan.
“Kerugian keuangan negara tidak hanya BPK saja yang bisa mengelurkan akan tetapi ada instusti lain seperti BPKP, Inspektorat, Internal Kejaksaan dan akuntan publik,” jelasnya.
Masih menurut Kajari, uang CSR PT Smelting masuk ke kas desa sebagai pendapatan desa dan ditrasfer ke rekening desa.
Sejatinya uang tersebut digunakan untuk pengadaan beras senilai Rp150 juta. Tetapi hanya Rp120 juta yang dibelanjakan untuk membeli beras.
“Bedakan antara uang masuk ke rekening desa dengan uang yang langsung diberikan ke masyarakat. Perkara ini sudah jelas, uang dikeluarkan Rp150 juta dari bendahara desa dan hanya dibelanjakan senilai Rp120 juta untuk membeli beras. Sedangkan sisanya yang Rp30 juta tidak dikembalikan. Itu kan sudah ada niatan untuk melakukan tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Selanjutnya, menurut Kajari, pada perkara ini penyidik juga menyangkakan pemohon dengan pasal 8 UU Korupsi. Di mana dengan jabatannya telah menggelapkan uang atau surat berharga.
“Kami sangat menyayangkan hakim praperadilan mengabulkan permohonan ini,” ungkapnya.
Dijelaskan oleh Kajari Gresik, setelah melaksanakan putusan praperadilan, Kejaksaan telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru dengan No.1884/M.5.27/Fd.2/10/2024 tertanggal 21 Oktober 2024.
Dengan diterbitkannya Sprindik baru penyidik akan melakukan pemeriksaan ulang pada pemohon dan semua saksi lainnya.
“Hari ini, kami telah menerbitkan Sprindik baru untuk pemohon. Dalam waktu dekat penyidik pidsus akan melakukan pemeriksaan ulang atas perkara dugaan penyalahgunaan dana CSR dari PT Smelting yang masuk ke kas desa untuk pengadaan beras pada masyarakat,” pungkasnya. (ivn/lio)