JPU Mendakwa Dua Penyalur CPMI di Malang dengan Pasal TPPO

Terdakwa HNR (45) bersama DPP (37) saat menjalani sidang perdana kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (blok-a.com / Yogga Ardiawan)
Terdakwa HNR (45) bersama DPP (37) saat menjalani sidang perdana kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (blok-a.com / Yogga Ardiawan)

Kota Malang, blok-a.com – Sidang perdana kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia digelar di ruang Garuda, Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Malang, Senin (29/4/2025).

Sidang tersebut menghadirkan dua terdakwa, yakni HNR (45) dan DPP (37) dari PT Nusa Sinar Perkasa (NSP), perusahaan penyalur Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI). Persidangan ini dipimpin oleh Majelis Hakim Kun Tri Haryanto Wibowo, SH, M.Hum dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heriyanto, SH, MH dan Suudi, SH, MH.

Dalam pembacaan dakwaan, JPU menjerat terdakwa dengan tujuh alternatif pasal, di antaranya Pasal 2, 4, dan 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 81, 83, 85 huruf C dan D dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Semua pasal tersebut dikenakan junto Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana lebih dari sembilan tahun.

Menanggapi dakwaan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Muhammad Zaenal Arifin, keberatan dengan dakwaan itu. Ia menilai tidak ada unsur TPPO dalam kasus kliennya. Sebab legalitas perusahaan kliennya, klaim dia, sudah ada.

“Perusahaan ini legal, punya akta, punya proses yang sah. Kalau prosedurnya benar, apakah masih bisa disebut sebagai TPPO,” ujarnya.

Dia menambahkan, selama pelatihan CPMI perusahaan juga sesuai prosedur yang sudah sesuai. Untuk itu, Zaenal mempertanyakan dugaan TPPO yang ditudingkan kepada kliennya.

“Terdakwa menjawab SOP itu ada. Kalau begitu, di mana letak unsur TPPO-nya. Tudingan TPPO perlu didasarkan pada pembuktian kuat, bukan asumsi,” jelasnya.

Sementara itu, pihak Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur menyatakan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. Ketua DPW SBMI Jawa Timur, Endang Yulianingsih, menegaskan bahwa unsur TPPO dalam kasus ini telah terpenuhi. Sebab korban mengalami eksploitasi saat pelatihan di PT NSP.

Kasus TPPO di Malang Kian Jadi Sorotan, Banyak Korban Speak Up

“Kami berharap eksepsi yang diajukan tidak mencederai rasa keadilan korban. Kami meyakini bahwa unsur TPPO dalam kasus ini terpenuhi, karena korban telah mengalami eksploitasi, bahkan sempat dipekerjakan di rumah terdakwa,” tegas Endang.

Dewan Pertimbangan Nasional SBMI, Dina Nuriyati, turut mendukung dakwaan yang diajukan oleh jaksa, dengan merujuk pada temuan lapangan.

“Proses perekrutan, penampungan, dan pemindahan pekerja dari satu tempat ke tempat lain menunjukkan indikasi eksploitasi. Informasi dari korban juga menyebutkan bahwa mereka dipindah dari PT ke rumah pribadi, yang bertentangan dengan aturan,” jelas Dina.

Ia juga menyoroti status hukum dari perusahaan terdakwa, yang menurut hasil penelusuran tidak memiliki dasar hukum operasional. Status hukum yang dianggapnya ilegal itu sudah bisa menjerat terdakwa dengan kasus TPPO.

“Dari hasil penelusuran, perusahaan ini tidak terdaftar sebagai cabang resmi dari PT NSP. Artinya, kegiatan operasional mereka dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, dan ini sudah melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan,” tambahnya.

SBMI juga menyampaikan harapan agar pengadilan dapat menjatuhkan putusan yang adil dan memberikan restitusi yang layak kepada para korban.

Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa dijadwalkan akan digelar pada Rabu (7/5/2025) mendatang. (yog/bob)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?