4 Solusi Permasalahan Ruang Udara di Bandara Kediri

bandara kediri

Kediri, blok-a.com – Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub RI) mengungkapkan proyek pembangunan Bandara Dhoho di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ditargetkan akan selesai pada tahun ini. Setelah selesai dibangun, rencananya akan dioperasikan secara terbatas pada tahun depan.

Namun sebuah permasalahan mengemuka terkait dengan operasional bandara yang terletak kurang lebih 25 hingga 30 mil dari Pangkalan Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (Lanud) Iswahjudi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. 

Komandan Wing Udara 3 Lanud Iswahjudi, Kolonel Penerbang I Gusti Made Yoga Ambara, mengutarakan wilayah udara di atas Bandara Kediri selama ini telah menjadi area latihan manuver pesawat tempur yang diterbangkan.

Menurutnya, jika bandara beroperasi maka pesawat tempur (Fighter Aircraft) TNI-AU seperti F-16 Fighting Falcon dan T-50 Golden Eagle tidak bisa lagi terbang di langit Kediri.

Operasional bandara di Kediri akan mengakibatkan ruang udara yang selama ini dijadikan area latihan TNI-AU harus dipindahkan. Konsekuensi dari pemindahan akan mengakibatkan biaya operasional latihan akan membengkak menjadi tiga kali lipat.

Dalam pemaparan pada “Media Tour Dirgantara” di Lanud Iswahjudi, Kamis (24/8/2023) lalu, Kolonel Yoga, mengatakan jika Bandara Dhoho di Kediri mulai beroperasi, maka latihan  harus berpindah ke ruang udara di wilayah selatan Lanud.

Setelah dikalkulasi, biaya latihan yang pada awalnya sebesar 10ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp152juta per jam, akan membengkak menjadi 30 ribu dolar AS atau Rp457juta.

Sebagai upaya agar Bandara tetap bisa beroperasi dan latihan TNI-AU dapat tetap berjalan, pengamat penerbangan, Marsekal Madya Purnawirawan (Marsdya Purn.) Eris Herryanto, mengusulkan empat solusi. Solusi pertama menurut mantan penerbang tempur F-16 Fighting Falcon TNI-AU yang berdinas selama 20 tahun di Lanud Iswahjudi itu adalah dengan mengatur penggunaan ruang udara di langit Kediri.

Caranya, menurut Eris, adalah dengan pengaturan rute penerbangan dan ketinggian pesawat yang menuju maupun dari Bandara Kediri beserta waktu yang ditetapkan dan disepakati bersama.

“Dalam hal ini oleh Air Traffic Controller (ATC) bandara, dan TNI-AU,” katanya.

Solusi Kedua menurut Eris yang juga pernah menerbangkan jet tempur F-5 Tiger selama 15 tahun, adalah menggunakan sistem blok waktu terhadap pesawat yang akan lepas landas (take off) maupun mendarat (landing).

“Baik dari maupun ke bandara,” ujarnya.

Ketiga, Eris yang mengantongi 2200 jam terbang di berbagai jenis pesawat tempur, mulai dari F-86 Sabre, T-33 Shooting Star, F-5 Tiger hingga F-16 Fighting Falcon dari Lanud Iswahjudi, mengemukakan Kemenhub harus melakukan pengadaan atau memfasilitasi instalasi radar yang akan mengcover seluruh wilayah udara di langit wilayah Kediri. Menurutnya radar sangat penting untuk mengatur lalu lintas udara.

“Agar wilayah udara dapat digunakan secara bersama-sama, baik oleh penerbangan sipil maupun militer,” katanya.

Keempat, Eris mengutarakan Kemenhub perlu membuat rute udara (air route) untuk kedatangan (coming) dan keberangkatan (going) dari dan ke bandara.

“Tentu saja yang tidak mengganggu prosedur penerbangan TNI-AU,” ujarnya.

Eris mengharapkan keempat saran yang diusulkannya dapat dijadikan pertimbangan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).

“Semoga ketika negosiasi dilakukan antara pihak bandara dan TNI-AU dapat menghasilkan win-win solution,” katanya.

Terakhir, Eris juga mengingatkan jika Lanud Iswahjudi yang dikenal dengan “Home of Fighters” merupakan jantung pertahanan udara nasional. Dia mengharapkan semua pihak teliti dan penuh kehati-hatian serta didukung oleh data yang komprehensif ketika bernegosiasi.(kim)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?