Heboh Aplikasi Scan Retina dengan Imbalan Ratusan Ribu Rupiah, Apa Bahayanya?

Antarmuka aplikasi scan retina mata World Coin (foto: Bisnis.com)
Antarmuka aplikasi scan retina mata World Coin (foto: Bisnis.com)

Blok-a.com– Fenomena World Coin kini menjadi perbincangan hangat warganet di sosial media. Pasalnya, ratusan orang rela mengantre hanya untuk memindai atau scan retina mata dengan imbalan uang tunai sebesar Rp 200 ribu hingga Ro 800 ribu.

Tentu saja, iming-iming imbalan tersebut tampak menggiurkan. Tapi di sisi lain, ada risiko besar mengintai mereka yang telah mengikuti prosedur scan retina mata.

Apa Itu World Coin?

World Coin (WLD Coin) adalah platform identifikasi digital yang menggunakan data biometri, khususnya scanning mata. Teknologi ini menggabungkan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dengan blockchain.

Aplikasi ini dikembangkan oleh CEO OpenAI bernama Sam Altman, bersama dengan Max Novendstern dan Alex Blania dari perusahaan Tools For Humanity (TFH). Tujuan utamanya adalah untuk membangun jaringan keuangan dan sistem identitas digital di seluruh dunia.

Hingga kini, aplikasi World telah diunduh lebih dari 10 juta kali di seluruh dunia. Namun, banyak juga pihak yang mengkritik munculnya aplikasi ini karena dinilai berisiko, terutama kekhawatiran serius tentang privasi dan keamanan data biometrik.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna harus memindai iris mata mereka melalui sebuah perangkat bernama Orb. Orb adalah bola logam berwarna perak yang memverifikasi identitas berdasarkan pola iris mata yang unik. Hasil pemindaian digunakan untuk membuat World ID, identitas digital yang membedakan manusia dari sistem AI, sekaligus menciptakan sistem identitas global berbasis blockchain.

Risiko Penyalahgunaan Data Biometrik

Data biometrik seperti iris mata atau sidik jari adalah identitas biologis yang bersifat tetap dan unik. Tidak seperti data pribadi lain seperti nama atau alamat yang bisa diubah, data biometrik tidak bisa diganti jika bocor atau disalahgunakan.

Jika data biometrik ini disalahgunakan, akan berisiko membuka peluang bagi oknum pelaku penipuan dan kecurangan. Pasalnya, data ini bisa saja digunakan seseorang untuk menyamar, mengakses informasi rahasia, bahkan sampai cedera fisik.

Bisa disimpulkan bahwa menyerahkan sidik jari atau scan retina sama saja seperti mengirimkan salinan dokumen identitas tanpa perlindungan sedikit pun. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa sangat merugikan.

Dalam kasus World Coin, besarnya data biometrik yang terkumpulkan dan kurangnya transparansi tentang penggunaannya, jelas menciptakan risiko yang tinggi. Kebocoran atau peretasan data bisa menyebabkan penyebaran informasi sensitif secara luas.

Sejumlah negara telah melarang penggunaan World Coin karena dianggap melakukan pelanggaran privasi. Di antaranya Spanyol, Hongkong, Jerman, Brazil, Kolombia, India, Korea Selatan, Kenya, dan Portugal.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia juga telah melakukan pelarangan penggunaan World Coin, terutama setelah fenomena ratusan orang mengantre untuk scan retina mata dengan imbalan uang tunai ramai  diberitakan di media sosial.

Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan World Coin dan WorldID. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mencegah risiko penyalahgunaan data pribadi di masyarakat, usai ada laporan aktivitas mencurigakan terkait layanan World Coin dan WorldID.

Kemenkomdigi menegaskan bahwa langkah ini dilakukan untuk mengamankan ruang digital nasional, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Pihak World Coin pun menyatakan bahwa mereka telah menghentikan sementara aktivitas verifikasi di Indonesia sampai proses perizinan dan lisensi dipenuhi sesuai ketentuan.

Penulis: Siti Kholifah (mahasiswi magang STIMATA)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?