Parkir Musiman Untungkan Jukir dan Warga, Maba UB Bagaimana?

Salah satu parkiran para maba di kawasan Jl.watugong, Kota Malang. (dok. tim internship blok-a.com/Arif)
Salah satu parkiran para maba di kawasan Jl.watugong, Kota Malang. (dok. tim internship blok-a.com/Arif)

Malang, Blok-a.com – Mahasiswa baru Universitas Brawijaya Malang dilarang membawa kendaraan bermotor ke dalam kampus. Ini menyebabkan lahan parkir dadakan bermunculan di sekitar lingkungan Universitas Brawijaya Malang.

Selama sekitar 5-6 bulan setiap tahunnya, sebagian warga dan jukir di wilayah sekitar kampus biru mendapatkan penghasilan tambahan.

Salah satu kawasan yang menjadi lokasi parkir musiman tersebut berada di kawasan Jl. Watugong, Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang. Selain itu, juga di lahan parkir minimarket Indomaret Point MT Haryono.

Parkir musiman ini merupakan dampak tidak langsung dari salah satu kebijakan Universitas Brawijaya Malang.

Manajemen Kampus UB menerapkan aturan bagi mahasiswa baru (maba), untuk tidak membawa kendaraan bermotor dan memarkirkannya di area kampus. Aturan berlaku sejak masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) hingga sepanjang satu semester lamanya.

Alhasil, maba yang membawa kendaraan bermotor, mau tak mau harus mencari lokasi parkir paling dekat dengan kampus, demi menyiasati kebijakan tersebut. Tidak mengherankan pula jika sebagian orang memanfaatkan fenomena ini sebagai lahan untuk mencari keuntungan finansial.

Memang, fenomena parkir musiman ini menjadi sumber rezeki tersendiri bagi para jukir. Juga sebagian warga yang lahan rumahnya menjadi lokasi parkir.

Pak Jan, salah seorang warga Jl. Watugong yang memiliki sebidang lahan untuk parkiran mengatakan, “Ini kan sebenarnya kos-kosan, tapi saya jadikan lahan parkir untuk mahasiswa biar nambah-nambah pendapatan walau sedikit.”

Tak jauh beda dengan Pak Jan, RK, petugas parkir di Indomaret dekat UB juga merasakan keberuntungan serupa.

“Menurut saya ini rezeki ya, rezeki nomplok kalau mahasiswa parkir di sini. Soalnya saya sudah jaga di sini mulai tahun 2010. Terus mahasiswa parkir di sini itu sekitar 2016 sampai sekarang,” ujar RK yang sudah menjadi jukir sejak 2010.

Pendapatan dari parkir ini pun terbilang menggiurkan. RK mengaku bisa memperoleh hasil Rp400 ribu sehari, cukup untuk dibagi dengan dua rekannya.

Seorang jukir lainnya, Pandu, bahkan pernah mengumpulkan Rp800.000,- sehari dari lahan parkir di RT 08/RW 02 Kelurahan Ketawanggede.

Bagaimana Mahasiswa Baru?

Kebijakan Universitas Brawijaya yang melarang maba membawa kendaraan bermotor ke dalam kampus, tertuang dalam surat edaran yang diperbarui setiap tahun ajaran baru. Berdasarkan penelusuran Blok-a.com, surat edaran pertama mengenai aturan tersebut terbit pada tahun 2014.

Larangan membawa kendaraan juga tertuang dalam buku saku mahasiswa baru. Disertai dengan informasi mengenai poin-poin pelanggaran dan kemungkinan hukuman yang akan diberikan.

Terdapat tiga tingkatan poin yang disesuaikan dengan jenis pelanggarannya, yakni ringan (poin 10), sedang (20), dan berat (30). Pelanggaran untuk aturan kendaraan bermotor dan parkir di area kampus termasuk kategori sedang. Hukumannya bermacam-macam, tergantung kebijakan di tiap-tiap fakultas.

Aturan mewajibkan mahasiswa baru berjalan kaki dari gerbang masuk UB menuju gedung perkuliahan masing-masing. Sementara, kendaraan bermotor mereka titipkan di luar area kampus, seperti lahan yang dijaga Pandu dan RK.

Tentu saja, para pemilik kendaraan ini harus rela merogoh kocek lebih untuk membayar parkir. Tarif parkir sendiri cukup bervariasi. Umumnya mulai dari Rp2.000,-, hingga Rp5.000 jika durasinya lama.

Selembar uang Rp2.000,- mungkin terlihat sepele. Tapi buat ukuran kantong mahasiswa yang hampir setiap hari harus datang ke kampus, itu cukup membebani. Apalagi kalau harus bolak balik karena jam mata kuliah tidak selalu dalam rentang waktu yang sama.

“Yang bikin resah ya lebih ke urusan kantong, sih. Kita harus mengeluarkan uang parkir setiap harinya. Itupun kalau keluar sebentar pas kita balik tetap dimintai uang parkir lagi, walaupun udah bilang kalau kita mau balik lagi tetap dimintai,” keluh Yusuf, salah seorang mahasiswa baru UB.

Senada disampaikan WR, maba UB yang juga mengeluhkan banyaknya biaya parkir yang harus dikeluarkan setiap harinya.

“Memang untuk segi kantong merugikan sih, kan soalnya mahal,” ujar WR

Secara umum, mahasiswa seperti Yusuf dan WR harus menyiapkan Rp10.000,- seminggu untuk biaya parkir. Tapi jika dalam sehari ada 2-3 kelas di tenggat waktu berbeda, tentu ia harus rela merogoh kocek lebih dalam.

Mengeluhkan Aturan dan Dampaknya

Beragam keluhan juga muncul dari sejumlah mahasiswa lainnya. Banyak mahasiswa mengira jika sepeda kayuh akan diperbolehkan parkir di dalam kampus, sehingga lebih hemat.

Namun ternyata, dugaan mereka salah. Mahasiswa yang membawa sepeda kayuh akan tetap mendapatkan teguran dan dilarang parkir di dalam kampus.

“Aku kan bawa sepeda, tak kira boleh. Ternyata aku juga kena tegur, padahal kan peraturannya untuk sepeda bermotor, bukan sepeda kayuh. Akhirnya aku parkir di luar dan bayar juga,” ujar Rani, mahasiswa baru UB yang pernah mengalaminya.

Tidak hanya itu, kebijakan tersebut nyatanya berdampak pula pada kenyamanan pengguna jalan. Salah seorang pejalan kaki CT mengaku cukup kesulitan, akibat parkir kendaraan kerap memakai bahu jalan.

“Pejalan kaki juga terdampak sih, karena sulit akses jalannya, apalagi kadang macet juga. Jalanan jadi sempit, takut keserempet mobil yang lewat,” ungkap CT, maba UB yang terbiasa berjalan kaki.

Sebagian warga juga mengeluhkan sedikit terganggu dengan adanya parkiran maba musiman ini. Mereka khawatir jalanan menjadi sering macet akibat tingginya volume kendaraan, melebihi kapasitas yang tersedia.

Ada salah seorang warga di kawasan Watugong menyampaikan, “Kalau saya sih memang sebenarnya agak terganggu ya mas. Cuman menurut saya selama mahasiswa tidak memarkirkan kendaraannya sembarangan, itu masih aman. Apalagi ada petugas yang mengatur parkirannya biar nggak semrawut.”

Memang, sepanjang pengamatan Blok-a.com, para petugas parkir senantiasa menertibkan posisi kendaraan. Agar selalu rapi dan tidak terlalu mengganggu lalu lintas, terlebih di jalanan kampung yang relatif sempit.

Pro-Kontra Parkir Maba UB Musiman

Dampak aturan bagi mahasiswa baru Universitas Brawijaya, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti buah simalakama.

Mahasiswa mengeluh akibat merasa di rugikan secara materi maupun waktu. Bahkan mereka juga menganggap hal ini sebagai tindak pemborosan dompet kala memasuki masa ospek.

Keluhan ini berbanding terbalik dengan tanggapan warga setempat yang masih berada di tengah pro dan kontra.

Karena pada dasarnya, warga setempat merasa serba salah dalam menyikapi fenomena ini. Ada warga yang terganggu, tetapi ada pula yang merasakan manfaatnya.

“Memang sebenarnya serba salah. Kalau tidak ada mahasiswa yang parkir kayak kemarin pas corona warga juga nggak ada pemasukan. Kalau ada mahasiswa yang parkir, warga jadi ada pemasukan tapi jalannya jadi macet” Ujar Pak Jan petugas parkir. (mg3/mg4)

 

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?