Kabupaten Malang, blok-a.com – Penjualan sarung tenun tradisional kian menurun, hal tersebut disebabkan banyaknya pesaing sarung buatan pabrik dengan harga jauh lebih terjangkau.
Nasib pengrajin sarung tenun tradisional di Jalan Indrokilo Selatan, Lawang Kabupaten Malang mulai meredup, pasalnya jasa yang ia tekuni selama puluhan tahun kini kian tersingkirkan dengan adanya mesin mesin canggih pencetak sarung ternama.
Permintaan yang semakin hari semakin menipis itu membuat sejumlah pekerja di industri rumahan mikro milik keturnan arab, Muhammad Ridho mulai terombang ambing.
Salah satu penenun, Saifudin (67) menceritakan kesehariannya bekerja di perusahaan yang telah berdiri sejak puluhan tahun itu. Saifudin mengatakan, dalam dua tahun terakhir ini, ia mulai kebingungan dengan perusahaan yang selama ini ditumpuinya.
Bagaimana tidak, sudah dua tahun lalu, tumpuannya mengais nafkah sudah tidak lagi produktif memperkerjakannya karena pesanan yang berlahan menurun.
Namun, meskipun begitu, pria yang tak lagi muda ini tak lagi dapat berbuat banyak. Ia hanya mengandalkan panggilan dari mandornya untuk kembali bekerja lagi.
Bahkan, beberapa saat yang lalu, dirinya dan kawan kawan senasibnya sempat diberhentikan sementara karena tidak lagi ada garapan.
“Kadang benangnya habis, kadang catnya habis, kadang semua lengkap tapi tidak ada pesanan. Jadi ya terpaksa di liburkan, nanti di panggil lagi kalau ada pesanan,” ucap pria lansia itu dengan sesekali mengusap keringat di dahinya yang mulai keriput.
Meskipun umur yang tak lagi muda, namun semangat tak pernah padam. Tak mudah tentunya, menenun perlu ketelatenan dan ketelitian yang jeli untuk menyusun setiap helai demi helai benang dari berbagai warna.
Untuk menghasilkan karya sempurna, Saifudin harus mempertahankan benang agar tidak putus. Sebab, jika benang putus maka pekerjaannya akan lebih rumit lagi karena harus mencari sambungan benang sebelumnya.
Oleh sebab itu, pria yang telah terjun di dunia tenun sejak umur 18 tahun itu hanya bisa menyelesaikan dua buah sarung setiap harinya, tentunya dengan kualitas premium.
Meskipun kualitas yang dihasilkan premium, namun upah yang dihasilkan itu tak seberapa. Dirinya hanya menerima upah Rp 45 ribu persarungnya, alias dalam satu hari dirinya hanya mendapat upah Rp 90 ribu. Itu pun, jika ada panggilan kerja dari mandor.
“Tetap di syukuri saja, 45 ribu itu satu buah. Tapi kalau gak ada panggilan ya gak kerja,” tuturnya lirih.
(ptu/bob)
Discussion about this post