Kota Malang, blok-a.com – Pada periode tahun 70-an hingga 90-an, Kota Malang sangat dikenal dengan munculnya nama-nama atlet berprestasi dalam bidang olahraga tinju. Hal itu tidak terlepas dari banyaknya sasana tinju yang saat itu menjadi tempat menempah bakat bagi calon atlet tinju.
Mulai dari Wongso Suseno yang menjuarai OPBF kelas Welter pada tahun 1975-1977,
Thomas Americo sang juara OPBF kelas Welter Junior dan IBF In kelas bulu Jr pada tahun 1986-1987 hingga Si Bungsu dari Arek Terminal (Arter), Rame Wicahyono.
Rame Wicahyono yang beken dengan nama ring Dobrak Arter merupakan petinju berprestasi yang pernah menjadi juara nasional, IBF Int, IBO kelas Ringan pada tahun 1989-1992 dan 2004.
Dobrak memulai karir tinjunya pada tahun 1989, saat itu ia mengikuti kompetisi tingkat junior. Kemudian, pada tahun 1993, ia mulai bergabung di sasana Sawunggaling Boxing Camp Surabaya. Pada saat itulah ia mulai debut sebagai petinju profesional.
Dobrak berhasil mengalahkan petinju asal Filipina untuk merebut gelar International Boxing Federation (IBF). Tidak hanya itu, sejumlah pertandingan internasional di berbagai negara sudah pernah dijalaninya, seperti di Mexico, Afrika, China, Risia, Jepang, Australia, dan Thailand.
Diceritakan Dobrak, selama berkarir ia telah mengalahkan lawannya dengan Knock Out (KO) sebanyak 52 kali.
“Saya bertanding 90 kali, 52 saya KO-kan lawan, 28 menang angka. Sisanya kalah,” kata Dobrak.
Seiring berjalannya waktu, karirnya sebagai atlet tinju tak seindah yang dibayangkan. Ia pernah tersandung kasus Narkoba.
“Saat itu saya dijebak, saya diundang. Tiba-tiba ada penggerebekan, dan saya yang pertama kali ditodong dengan pistol oleh polisi yang melakukan penggerebekan,” ceritanya.
Dobrak pun melewati serangkaian tes untuk memastikan apakah ia mengonsumsi obat-obatan terlarang. Namun, dijelaskan Dobrak saat itu semua hasil tes menyatakan dirinya negatif mengonsumsi obat-obatan terlarang.
“Semua tes hasilnya negatif. Tapi saya tetap ditahan,” tambahnya.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Dobrak menambahkan saat itu ia ditawari untuk bebas dengan syarat harus menang tiga kali berturut-turut. Namun, lagi-lagi nasib baik masih belum berpihak padanya.
“Tiga pertandingan itu saya menangkan semua, tapi saya tetap ditahan,” bebernya.
Setelah bebas, masalahnya masih mendera kehidupan Dobrak. Ia tersandung kasus utang yang mencapai Rp 187 juta.
“Uang utang itu (katanya) berasal dari biaya pendampingan kasus-kasus saya,” ucapnya.
Kini, Dobrak harus menjadi Juru Parkir (Jukir) di salah satu Ruko yang ada di kawasan Jalan Ir Rais, Kecamatan Sukun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bahkan, dengan usia yang mencapai 50 tahun, ia masih harus naik ring untuk menambah pundi-pundi rupiah. (yog)