Menghidupkan Kembali Tradisi Kajakan Gresik, Melaut Bersama untuk Renovasi Tempat Ibadah

Kajakan, tradisi nelayan di Desa Randuboto melaut bersama untuk membantu renovasi rumah ibadah.(blok-a.com/ivan)
Kajakan, tradisi nelayan di Desa Randuboto melaut bersama untuk membantu renovasi rumah ibadah.(blok-a.com/ivan)

Gresik, blok-a.com – Setelah absen selama lebih dari dua dekade, tradisi Kajakan, asli Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, kembali digelar oleh warga setempat.

Tradisi yang sudah berlangsung selama ratusan tahun ini mengerahkan para nelayan untuk melaut bersama. Nantinya, hasil tangkapan laut akan digunakan untuk membantu renovasi rumah ibadah seperti masjid, musala, ataupun langgar yang membutuhkan.

Tahun ini, ada sekitar 150 nelayan dan 52 perahu yang berpartisipasi dalam Kajakan.

Subianto (41), salah satu nelayan, menjelaskan bahwa hasil laut yang didapatkan biasanya berupa kerang kecil, kerang hijau, kepiting, sembilang, dan beberapa jenis ikan lainnya.

“Para nelayan ini melaut semua, mereka mencari kerang, kepiting, sembilang, ataupun pari. Nanti hasilnya dijual dan uangnya diserahkan ke langgar yang membutuhkan dana untuk renovasi,” ujarnya.

Total hasil tangkapan nelayan bisa mencapai satu kuintal lebih.

“Tangkapan kami ini totalnya bisa mencapai satu kuintal lebih. Baik kerang kecil atau besar, sembilang, pari ataupun kepiting,” katanya.

Ketika dijual ke pengepul, hasil dari tradisi Kajakan ini dapat mencapai sekitar Rp15 juta.

“Saat dijual ke pengepul, hasil tangkapan nelayan di tradisi Kajakan ini bisa mencapai sekitar 15 juta rupiah totalnya,” bebernya.

Kepala Desa Randuboto, Andhi Sulandra, menyampaikan bahwa tradisi Kajakan ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Namun terakhir kali diadakan pada tahun 1998. Desa Randuboto kini berupaya menghidupkan kembali tradisi ini.

“Tradisi Kajakan ini memang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tapi sejak tahun 1998 yang lalu terakhir penyelenggaraannya. Jadi, kami berusaha mengaktifkan kembali tradisi ini,” ungkapnya.

Bukan hanya sekedar tradisi, di dalamnya ada makna tentang aksi solidaritas dan kepedulian terhadap lembaga agama yang membutuhkan dana untuk renovasi rumah ibadahnya.

“Tradisi Kajakan ini mempunyai makna mengenai aksi solidaritas dan kepedulian terhadap lembaga agama yang membutuhkan dana untuk renovasi rumah ibadahnya,” jelasnya.

Saat ini, langgar Sabillul Muttaqin menjadi penerima manfaat dari hasil tradisi ini, yang digunakan untuk renovasi seperti pavingisasi halaman dan pembuatan tempat wudhu baru bagi pria dan wanita.

Andhi berharap agar tradisi Kajakan ini dapat terus berlangsung di tahun-tahun mendatang, mengingat banyaknya lembaga keagamaan di Desa Randuboto yang membutuhkan dukungan.

“Kami berharap, tradisi Kajakan ini bukan hanya berlangsung di tahun ini saja. Namun bisa berlangsung terus di tahun tahun mendatang,” pungkasnya. (ivn/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?