Jelang Pentas Gandrung Sewu, Ribuan Penari Jalani Ritual Meras Gandrung

Prosesi Meras Gandrung jelang penampilan kolosal Gandrung Sewu, Jumat (25/10/2024).(istimewa)
Prosesi Meras Gandrung jelang penampilan kolosal Gandrung Sewu, Jumat (25/10/2024).(istimewa)

Banyuwangi, blok-a.com – Sehari sebelum pementasan kolosal Gandrung Sewu, sebanyak 1.350 penari gandrung di Banyuwangi melaksanakan ritual Meras Gandrung, Jumat (25/10/2024).

Meras Gandrung adalah ritual sakral yang menandai kelulusan seorang penari gandrung dan kesiapan mereka untuk tampil di panggung dengan penuh keyakinan.

Dalam sejarahnya, seorang gandrung tidak hanya berperan sebagai penari atau penghibur, tetapi juga dikenal sebagai sosok yang mampu menyembuhkan penyakit, baik secara medis maupun non-medis.

Untuk itu, prosesi Meras Gandrung bukan hanya sekadar formalitas, melainkan serangkaian ujian yang harus dilewati oleh para calon penari.

Para penari gandrung diwajibkan untuk mampu menjadi sinden selain menguasai tari gandrung.

Setelah dinyatakan lulus, mereka menjalani ritual minum ramuan gurah suara, yang berfungsi untuk membersihkan dahak dan lendir di tenggorokan, sehingga suara mereka menjadi lebih jernih.

Pada kesempatan yang sama, penari Gandrung Sewu yang terdiri dari pelajar SD hingga SMA se-Kabupaten Banyuwangi ini juga menggelar gladi bersih di Pantai Boom Marina.

Meski hanya gladi bersih, acara ini mampu menyedot perhatian ratusan ribu pengunjung yang antusias menyaksikan latihan terakhir para penari sebelum pementasan utama.

Usai prosesi Meras Gandrung, malam harinya digelar pertunjukan seni Wayang Gagrak Osing Banyuwangi dengan dalang Ki Sanggit Abhillawa M.Sn yang membawakan lakon “Prahara Sindurejo”.

Wayang Gagrak Osing ini menjadi daya tarik tersendiri karena disuguhkan dalam bahasa Osing, bahasa asli Banyuwangi.

Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Taufik Rohman, menjelaskan bahwa Wayang Gagrak Osing adalah bentuk kesenian yang relatif baru di Banyuwangi.

“Wayang Gagrak Osing adalah kesenian wayang yang digelar dengan menggunakan bahasa Osing, musiknya juga Osing. Cuman karena masih baru, wayang yang kita gunakan masih minjam wayang Jawa,” kata Taufik.

Wayang Gagrak Osing ini diharapkan dapat mengangkat nilai-nilai lokal Banyuwangi dan memperkuat identitas budaya daerah di tengah arus modernisasi.

“Dengan menampilkan wayang kulit Gagrak Osing, agar dapat meningkatkan kecintaan terhadap seni budaya di Banyuwangi. Generasi muda juga perlu memahami karena budaya daerah merupakan identitas daerah itu sendiri,” ujar Taufik.

Taufik Rohman juga berkomitmen mendorong masyarakat Banyuwangi untuk turut melestarikan budaya wayang kulit Gagrak Osing Banyuwangi. Agar pertunjukannya dapat ditampilkan dalam berbagai acara di tengah masyarakat.

“Dengan demikian, salah satu tambahan kesenian budaya asli Banyuwangi nantinya dapat tetap lestari,” pungkasnya.(kur/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?