Mila bercerita terkait sejarah Kampung Kayutangan Heritage ini. Ia mengatakan bahwa kampung ini adalah milik para pribumi yang bekerja di area perkantoran pemerintah Belanda.
“Kalau kita lihat pemukiman di sepanjang koridor Kayutangan ini kan perkantoran dari dulu, nah kalau dilihat yang ada di kampung ini karena rumahnya nggak seberapa besar ini kemungkinan rumah milik pribumi yang menjadi pegawai di kantor kantor tersebut,” jelasnya.

Hal tersebut dikonfirmasi kebenarannya oleh pakar kebudayaan Kota Malang, Agung Buana. Ia mengatakan bahwa memang pemukiman di Kayutangan tersebut merupakan bangunan yang dimiliki oleh pribumi pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
“Iya betul, ada salah satu rumah di gang VI yang diduga sudah ada sejak 1870. Bisa jadi, sebelum 1900-an, sudah ada juga rumah-rumah yang ukurannya relatif kecil dan sporadis tata letaknya,” ujar Agung pada wartawan blok-a.com.
Agung mengatakan bahwa Kota Malang mulai ada aktivitas ekonomi sejak adanya rel kereta api pada tahun 1879.
Sebelumnya, pada tahun 1854, bangunan terbatas untuk rumah Asisten Residen, rumah Bupati, rumah orang Eropa, dan bangunan peristirahatan yang berada di tengah pohon pisang dan pohon kelapa.
Pada tahun 1900-an, koridor Kayutangan menjadi daerah pemukiman dengan luasan sekitar 500-1.500 m2.
“Kemudian di belakang koridor tersebut, banyak penduduk yang membuat bangunan dengan memanfaatkan lahan tepi sungai dan saluran kanal banjir,” pungkasnya.
Di Kampoeng Heritage Kajoetangan, selain bangunan, kita juga dapat melihat adat istiadatnya seperti kesenian, kuliner, dan lain-lainnya.
Dari situlah awal mula nama “Heritage” disematkan pada kampung tersebut karena memiliki banyak sejarah dan budaya warisan orang jaman dahulu. (len/bob)
Discussion about this post