KABUPATEN MALANG – Setidaknya 64 ribu ton gula masih belum terjual di dua Pabrik Gula (PG), yakni PG Krebet dan Kebon Agung di Kabupaten Malang.
Di Kebon Agung terdapat 24 ribu ton yang masih belum terjual dan 40 ribu ton dari PG Krebet. Hal ini pun membuat setidaknya 16 ribu petani tebu belum terbayarkan upahnya. Dikarenakan gula yang diproduksi belum terjual di pasaran.
Bupati Malang, H.M Sanusi menjelaskan ribuan ton gula belum terjual akibat kebijakan dari pemerintah pusat. Dimana ada kebijakan impor gula saat berlangsungnya musim giling.
“Jadi yang terjual di pasaran itu bukan dari petani lokal tapi impor gula dari luar negeri. Jadi butuh pasar lah. Karena stoknya sudah dipakai gula impor,” kata ia.
Ia pun berharap Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Malang bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang menemukan solusi dan menemukan pasar untuk menjual puluhan ribuan ton gula yang belum terjual itu.
“Nanti juga kami bantu koordinasikan dengan kementrian terkait pusat agar ada solusi dan terjual semua,” kata ia.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Malang, Pantjaningsih Sri Redjeki menjelaskan asal muasal tidak terjualnya puluhan ribuan ton gula itu.
Kata Sri awalnya itu bermula pada pertengahan 2020 lalu saat musim giling. Seluruh pabrik gula diming-imingi pemerintah.
Pemerintah menjanjikan bakal ada kesepakatan dengan impotir asal luar negeri dan importir tersebut akan membeli 800 ribu ton gula di seluruh Indonesia termasuk gula yang diproduksi oleh dua PG di Kabupaten Malang.
“Jadi PKPTR (Pusat Koperasi Primer Tebu Rakyat) dan APTRI (Andalan Petani Rakyat Tebu Indonesia) berkoordinasi ke Kemendag (Kementrian Perdagangan), Kemenko (Kementrian Perekonomian) dan DPR Komisi VI DPR RI. Terjadi kesepakatan akan ada investor yang membeli 800 ribu ton gula dengan harga Rp 11.200,” kata ia.
Namun saat musim giling dan saat mulai memanen di usai akhir tahun 2020 ternyata janji importir tersebut tidak terealisasi. Hasilnya 800 ribu ton gula dari petani lokal gagal terjual.
“Investor tidak cukup berkomitmen. Tidak ada pembayaran atau setor ke hasil panen tersebut. Jadi tidak ada tebu yang dikeluarkan ke PG Krebet dan Kebon Agung,” ucap ia.
Nahasnya, di Januari 2021 kemarin saat APTRI dan PKPTR sebagai perwakilan petani tebu lokal berkoordinasi ke Kemendag dan Kemenko, ternyata ada kesepakatan bahwa pemerintah Indonesia mengambil gula impor sebanyak 1.956 juta ton gula dari luar negeri.
“Akhirnya gula impor tersebut terjual di pasaran. Dan pasokan gula banyak tapi kebutuhan kan tetap. Ya hasilnya gula petani tebu lokal yang tertahan masih belum terjual,” kata Sri.
Sri pun sebenarnya sudah melakukan upaya untuk mencarikan pasar agar gula lokal dari dua PG Kabupaten Malang itu terjual. Yakni dengan merangkul APTRI dan PKPTR Kabupaten Malang untuk menjual gula secara bebas.
“Ya karena tidak ada pasar. Kemarin dijual secara bebas dan berhasil terjual untuk PG Krebet sebanyak 22 ribu ton dengan harga Rp 11 ribu saja. Jadi PG Krebet yang awalnya 62 ribu ton sekarang berkurang hanya menyimpan 40 ribu ton,” kata ia.
“Karena kalau gula itu belum.terjual 16 ribu petani tebu dari 700 kelompok tani belum terbayar itu masih yang di Krebet dan belum yang di Kebon Agung. Kami belum menghitung,” tutup ia.