Nasib Janda Penjual Gorengan di Jombang, Dapat Tagihan Listrik Sampai Rp12 juta

Ibu Masruroh, warga Kabupaten Jombang yang dapat tagihan listrik sampai Rp12 juta (foto: Kompas.com)
Ibu Masruroh, warga Kabupaten Jombang yang dapat tagihan listrik sampai Rp12 juta (foto: Kompas.com)

Jombang, Blok-a.com – Masruroh, seorang penjual gorengan asal Jombang, menjadi sorotan publik setelah menerima tagihan listrik sebesar Rp12,7 juta dari PLN.

Masruroh menjanda sejak suaminya, Mamik Suryadi, meninggal pada 2014. Ibu seorang anak ini hidup sederhana di rumah warisan ayahnya, Naif Usman yang juga telah meninggal pada 1992. Ia menggantungkan hidup dari berjualan gorengan, dengan penghasilan harian yang terbatas.

Rumahnya yang juga disewakan sebagian, menggunakan listrik dengan ID pelanggan atas nama ayahnya. Ketidaksesuaian data kepemilikan ini menjadi salah satu pemicu kebingungan dalam kasus ini.

“Sehari-hari saya cuma jualan gorengan, penghasilan cukup buat makan. Tagihan segitu besar dari mana saya bayar?” ungkap Masruroh pasrah, melansir Kompas, (24/04/2025).

Kronologi Kasus Masruroh

Sambungan listrik di rumah Masruroh pertama kali terpasang pada 1978 atas nama ayahnya dengan daya 450 watt. Daya kemudian meningkat menjadi 900 watt, lalu 1.300 watt saat suaminya masih hidup. Setelah suami meninggal, daya ternyata sudah naik menjadi 2.200 watt tanpa sepengetahuan Masruroh.

Pada sekitar Oktober 2022, petugas PLN memeriksa meteran listrik di rumah Masruroh. Lalu menemukan sambungan ilegal yang tidak melalui meteran resmi, diklasifikasikan sebagai pelanggaran P3 (pemakaian listrik tanpa izin).

PLN menduga adanya pencurian listrik sejak awal 2022 dan mengeluarkan tagihan susulan sebesar Rp19 juta. Masruroh, yang tidak memahami tuduhan tersebut, setuju membayar dengan cicilan karena khawatir listriknya diputus.

Ia sempat membayar uang muka Rp3,8 juta, namun menunggak sejak Desember 2022 karena penghasilannya tidak mencukupi. Akibatnya, PLN memutus aliran listrik di rumahnya pada Oktober 2022.

“Saya nggak tahu apa-apa soal sambungan itu. Yang pasang orang lain, saya cuma pakai listrik biasa,” kata Masruroh kepada Detik, pada 25 April 2025, menegaskan ketidaktahuannya tentang pelanggaran tersebut.

tarif isi token listrik.(iStockPhoto)
Ilustrasi isi token listrik.(iStockPhoto)

Listrik Rumah Masruroh Dicabut

Pada 2023, PLN mencabut meteran listrik di rumah Masruroh karena tunggakan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Masruroh menyambung listrik dari rumah tetangganya, Chusnul Cotimah. Namun, solusi ini hanya bersifat sementara.

Kemudian pada Maret 2025, PLN kembali menemukan pelanggaran sambungan listrik. Kali ini dari rumah Chusnul Cotimah ke rumah Masruroh. Kemudian PLN mengamankan sambungan tersebut dengan alasan keamanan, menyebabkan Chusnul juga tidak dapat mengisi token listrik.

Tindakan ini memperparah situasi, karena rumah Masruroh dan penyewa di sampingnya juga kehilangan akses listrik.

Menjelang Idul Fitri 2025 (awal April), Masruroh menerima pemberitahuan melalui WhatsApp tentang tagihan Rp12,7 juta, masih terkait ID pelanggan atas nama ayahnya. Pemberitahuan ini disertai ancaman pemblokiran listrik. Masruroh kebingungan karena tidak memahami pelanggaran yang dituduhkan dan tidak mampu membayar tagihan tersebut.

Akhirnya pada 24 April 2025, PLN memutus aliran listrik di rumah Masruroh. Token listrik tidak dapat diisi, membuat rumahnya dan penyewa tanpa listrik.

“Saya pasrah, kalau tagihan ini nggak dihapus, saya nggak tahu harus bagaimana. Ini bukan salah saya,” ujar Masruroh kepada Tribun Jatim pada hari yang sama, mengungkapkan keputusasaannya.

Klarifikasi Pihak PLN

PLN, melalui Manajer Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, menjelaskan bahwa tagihan Rp12,7 juta merupakan akibat pelanggaran sambungan ilegal yang terdeteksi.

Menurutnya, pelanggaran P3 menyebabkan kerugian bagi PLN karena listrik yang digunakan tidak terekam meteran.

Konsumsi Listrik Jatim Tumbuh 2,41 Persen
Ilustrasi jaringan listrik

“Kami tidak punya mekanisme penghapusan piutang. Solusi yang bisa kami tawarkan adalah cicilan hingga 36 bulan,” kata Dwi kepada Kompas, (26/04/2025).

PLN juga menegaskan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur, dan tagihan dihitung berdasarkan estimasi pemakaian selama periode pelanggaran.

Namun, Masruroh mengaku tidak pernah diberi penjelasan rinci tentang bagaimana tagihan tersebut dihitung, sehingga ia kebingungan.

Solusi dari Banyak Pihak

Kisah Masruroh yang viral memicu gelombang solidaritas. Pada 25 April 2025, Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) dan Serikat Pedagang Kaki Lima (Spekal) sepakat menggelar aksi “Galang Koin untuk Masruroh” di Kebonrojo, Jombang.

Aksi ini berhasil mengumpulkan donasi sekitar Rp5 juta. Namun, PLN menolak donasi tersebut karena tagihan harus dibayar langsung oleh pelanggan atau melalui cicilan resmi.

“Dari kacamata kemanusiaan, kami melihat Bu Masruroh ini korban. Dia hidup sederhana, nggak mungkin sengaja nyuri listrik,” ujar Mohammad Fahrur Rozi, koordinator aksi, dilansir dari Detik (25/04/2025).

Karena tak kunjung beres, akhirnya anggota DPR RI, Sadarestuwati pun turun tangan. Pada 28 April 2025 ia membantu melunasi seluruh tagihan Masruroh sebesar Rp12,7 juta. Bantuan ini menjadi titik terang bagi Masruroh, yang sebelumnya merasa terjebak tanpa solusi.

“Saya bersyukur sekali, terima kasih kepada Ibu Sadarestuwati. Beban saya terangkat,” ungkap Masruroh haru, melansir Tribunjatim, (28/04/2025).

Sadarestuwati juga mengimbau PLN untuk lebih transparan dalam menangani kasus serupa, terutama bagi pelanggan dengan latar belakang ekonomi terbatas.

“Harus ada pendekatan yang lebih manusiawi, apalagi kalau pelanggannya tidak paham soal teknis listrik,” katanya dalam wawancara yang sama. (mg1/gni)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?