Kota Malang, blok-a.com – Dr. Fathul Laila, S.H., M.Kn., LL.M., dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang dan Magister Kenotariatan UB Kampus Jakarta, baru saja mengikuti konferensi internasional Egypt Major Agricultural Show 2025 di Mesir.
Acara yang berlangsung selama tiga hari itu dihadiri oleh ribuan peserta dari berbagai negara, termasuk akademisi dan praktisi di bidang pertanian serta hukum pertanahan.
Dalam konferensi tersebut, Fathul Laila yang akrab disapa Ella, hadir bersama Dr. Fitry Mohanna yang menetap di Australia serta Dr. Isya, seorang dosen dari Sumatera.
“Alhamdulillah, saya berkesempatan mengikuti international conference ini, bertemu dengan peserta dari Mesir maupun dari negara-negara lain. Mendapatkan insights dan ilmu baru terkait pertanahan dan permasalahannya dari berbagai negara,” kata Ella, notaris yang berkantor di Jetis, Mulyoagung, Dau, Kabupaten Malang itu, Minggu (22/3/2025).
Egypt Major Agricultural Show 2025 merupakan pameran pertanian terbesar di Timur Tengah dan Afrika yang digelar di Green Desert Hotel, El Maadawy, Cairo-Alex Desert Road.
The 10th International Exhibition & Conference for Agricultural Supplies ini dihadiri oleh sekitar 25 ribu peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari pemilik lahan pertanian, peneliti, pemangku kebijakan, konsultan pertanian dan tanah, perwakilan pemerintah, peneliti, bankir, ahli teknologi, hingga akademisi seperti Ella yang mewakili Ahli Pembuat Akta Tanah atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Indonesia.
Dalam konferensi tersebut, Ella memaparkan materi mengenai pentingnya perjanjian autentik antara pemilik lahan dan penggarap dalam perjanjian bagi hasil.
Menurutnya, masih banyak pemilik lahan dan penggarap yang hanya mengandalkan perjanjian lisan tanpa komitmen yang jelas. Mereka acapkali melupakan poin-poin penting yang disepakati, sehingga tidak ada acuan dan pedoman yang jelas terhadap kesepakatan yang mereka buat.
Padahal, lanjut Ella, bila perjanjian dibuat dengan akta autentik maka perjanjian tersebut menjadi Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya, sehingga dapat meminimalisir terjadinya dispute atau sengketa di kemudian hari.
“Biaya yang mahal menjadi alasan petani dan penggarap enggan membuat akta,” ucap ibu dua anak ini.
Ia pun mengimbau kepada seluruh notaris di Indonesia agar dapat membebaskan biaya bagi petani kecil yang tidak mampu dalam membuat akta, apalagi hal itu juga termuat dalam Undang-Undang jabatan Notaris.
“Sikap ini merupakan fungsi sosial notaris dalam bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara Indonesia, di mana Notaris merupakan Officium Nobile (profesi luhur/kehormatan),” tegas perempuan yang juga mengajar di S1 Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Selain mengikuti konferensi, Ella juga berkesempatan memberikan kuliah kepada mahasiswa Fakultas Hukum Syariah asal Indonesia di Mesir. Ia membahas hukum waris dan wasiat berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Sebagai catatan, dari 5 sistem hukum yang berlaku di dunia, Indonesia menggunakan tiga sistem hukum yaitu hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim lebih memilih tunduk pada hukum Islam terkait pembagian waris, termasuk wasiat.
Ella memandang penting materi tentang waris dan wasiat berdasarkan Hukum Perdata tersebut, karena sebagian besar masyarakat Indonesia belum familiar dengan wasiat yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah meninggal.
Dia menjelaskan, ada tiga jenis wasiat, yaitu wasiat terbuka yang harus dibuat dengan akta notaris di mana notaris mengetahui isi wasiat karena harus dibacakan oleh notaris kehendaknya.
Lalu ada wasiat olografis dibuat dengan tulisan tangan pewasiat sendiri dan minimal 2 orang saksi, ditandatangani oleh pewasiat dan boleh dicabut serta dimasukkan dalam kertas tersegel atau terbuka. Di sini notaris membuatkan akta van depot (akta penyimpanan).
“Adapun yang terakhir disebut wasiat rahasia yang dibuat dengan tulisan tangan sendiri atau boleh tulisan tangan orang lain, ditandatangani oleh pewasiat sendiri dan harus ada empat orang saksi,” lanjut Ella.
Wasiat ini tidak boleh dicabut dan surat wasiat tersebut harus dimasukkan dalam kertas atau amplop bersegel karena sifatnya rahasia, lalu diserahkan kepada notaris.
Dalam hal waris, lanjut Ella, maka wasiat akan dilaksanakan lebih dahulu, baru kemudian sisa warisan dapat dibagi menurut ketentuan Undang-Undang.
“Ada ketentuan-ketentuan tersebut di atas supaya surat wasiat ini memiliki kekuatan hukum ” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Ella memberikan penjelasan detail dan teknis kepada para mahasiswa, sebab mereka nantinya akan pulang ke Indonesia setelah lulus kuliah, yang tentu saja harus tunduk dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Saya senang sekali dapat bertemu dan berdiskusi dengan para mahasiswa Indonesia yang berkuliah Hukum di Al Azhar Mesir. Mereka semangat dan antusias,” tandas Ella, yang putra sulungnya, Faris Hammada El Nabil juga berkuliah di Al Azhar Mesir dan mengambil program studi Bahasa Arab.(lio)