Kota Malang, Blok-a.com – Kota Malang yang dikenal dengan julukan baru yakni ‘Kota Parkir’. Hal itu menarik perhatian banyak pihak.
Sebab, maraknya juru parkir (jukir) di berbagai tempat meresahkan warga. Namun, beberapa dari jukir tersebut tidak mengenakan atribut jukir legal. Di saat yang bersamaan, keadaan itu diperparah dengan jumlah nominal retribusi parkir yang jauh dari target.
Menurut Badan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, menyebut memang potensi parkir di Kota Malang sangat tinggi. Namun, retribusi parkir tidak tergali dengan optimal.
Contohnya di Kecamatan Kedungkandang saja, kajian potensi retribusi parkir mencapai Rp 1,5 milyar.
“Kedungkandang ya contohnya, itu kajian potensi pesimisnya di Rp 1,5 milyar, existing Rp 500 juta,” ujar Handi.
Sementara itu, kajian potensi retribusi parkir, seharusnya Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang bisa mengumpulkan Rp 7,8 miliar. Namun, untuk realisasi, Handi menyebut hal itu masih masuk wewenang Dishub Kota Malang.
Sejauh ini, data Bapenda menyebut pendapatan kotor retribusi parkir telah terkumpul Rp 40 miliar dalam 1 tahun.
“Retribusi parkir ya, kotor, bruto di Kota Malang itu Rp 40 miliar, untuk tepi jalan Rp 7,8 miliar targetnya,” bebernya.
Sementara itu, Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menyebut memang soal parkir masih menjadi evaluasi.
Terkait pengumpulan retribusi parkir, Wahyu memang diakuinya kurang optimal. Sehingga, pihaknya tengah mendorong migrasi e-parkir di beberapa titik.
“Seperti yang di stadion Gajayana ini kan memang sulit ya jadi dibangun supaya (retribusi) optimal,” ujar dia.
Sebutan Malang Kota Parkir sendiri mencuat usai banyak warganet yang protes dengan maraknya jukir. Keluhan banyak ditemukan di depan toko retail, ATM hingga kawasan kuliner. Mirisnya, parkir juga tersebar di berbagai titik kawasan pendidikan, seperti sekolah dan tempat les.
“Supaya bisa optimalkan akan dievaluasi,” pungkas Wahyu. (mg2/bob)