Surabaya, blok-a.com – Lagi, Provinsi Jawa Timur tertinggi dalam jumlah rumah restorative justice (RRJ) atau sebanyak 949 unit.
Jumlah itu terdiri dari 630 unit Rumah Restorative Justice berbasis sekolah (RRJS) di tingkat SMA/SMK/SLB dan 315 di lingkungan desa/kelurahan serta perguruan tinggi.
Untuk RRJ berbasis sekolah, dimaksudkan sebagai wadah penyelesaian masalah yang berbasis filterisasi atas musyawarah dan kearifan lokal.
Filterisasi ini menurutnya penting karena ada berbagai hal yang harus diklarifikasi intensif, dengan musyawarah dan kearifan lebih persuasif.
Tidak semua kasus pelajar dan kriminalitas pelajar yang dilakukan di sekolah bisa dimaafkan dan diampunkan melalui restorative justice melainkan harus melalui filterisasi jenis pelanggarannya.
Semisal kasus narkotika terjadi di lingkungan sekolah. Butuh filter atau klasifikasi mendalam, sehingga tidak semua kategori anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Jika kategori pengguna dan itu pertama kali, bukan pengedar bukan pembuat, bukan residivis, ini bisa menjadi pedoman RRJ.
Untuk kasus sexual abuse perdagangan anak atau tindak pidana asusila seperti pencabulan dan semacamnya, dilihat ancaman hukumannya.
Jika ancaman hukumannya di atas lima tahun maka tidak masuk kategori restorative justice.
Hal ini karena mengacu pada dampak psikologis jangka panjang yang dapat dialami para korban.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati, di acara peresmian RRJS di gedung Auditorium SMK Negeri 5 Surabaya, Jawa Timur, menegaskan tujuan memprogramkan RRJ itu untuk kebutuhan hukum masyarakat
Sebagai wadah masyarakat di lingkungan sekolah para orang tua, peserta didik bisa berkonsultasi kepada Jaksa.
“Kami berupaya memberi solusi terbaik bagi siswa jika ada persoalan hukum. Apakah layak pelaku diteruskan di pengadilan atau tidak. Maka, tugas kami menilai apakah di lini sekolah, kategori tindakan jahat atau tidak,” terangnya.
Kajati Mia, akan memberikan perlindungan hukum kepada seluruh masyarakat dalam asas kemanusiaan dengan mengedepankan keadilan Restorative Justice.
Rumah RJ ini merupakan rumah bersama yang keberadaanya diharapkan dirawat, difungsikan dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat di Jatim.
Kepala Polda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan, RRJS ini menjadi semangat dalam mendorong penegakan hukum hingga lini terbawah.
RRJS juga jadi upaya mengantisipasi persoalan hukum yang terjadi di masyarakat sehingga tidak sampai ke tingkat pengadilan.
Sesuai data Polda Jatim, perkara 2021 terdapat 192.419 kasus dan jumlahnya meningkat jadi 195.894 kasus pada 2022.
“Semoga lewat RRJS ini bisa menekan kejahatan atau biaya di dalam proses penegakan hukum di Jawa Timur,” tegasnya.
Sementara itu, Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, menegaskan dalam pelaksanaan RRJS itu, harus dipastikan hadirnya kejaksaan dalam membantu filterisasi. Di titik mana bisa dilakukan keadilan restoratif, dan di mana yang ABH.
Khofifah, menegaskan eksistensi RRJS ini ke depan harus terus diperluas. Tidak sekadar di level SMA/SMK/SLB, namun bisa masuk ke level SD/SMP di Jawa Timur.
Bukan tanpa dasar, trafickonf in woman and children, perlu juga ada mitigasi secara komprehensif.
RRJS akan jadi bagian penting dari banyaknya harapan masyarakat untuk bisa menjangkau rasa keadilan lebih mudah, dekat dan cepat.
Ke depan, Gubernur Khofifah berharap, program Kejati, RRJS bisa sinergi dan nyekrup dengan program Polda Jatim, Omah Rembug.
“Kami terima kasih atas sinergitas yang luar biasa, mudah-mudahan memberi manfaat bagi perlindungan hukum dan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat Jawa Timur,” pungkasnya.
Dalam peresmian ini Khofifah didampingi Kajati Jatim Mia Amiati, Kapolda Irjen Toni Harmanto dan Plt. Kepala Disdik Provinsi, Wachid Wahyudi.
Seusai melakukan peresmian, Gubernur Khofifah dan rombongan meninjau Ruang RRJS di SMKN 5 Surabaya.
Terdapat meja untuk mediasi, yakni meja fasilitator, korban, guru, pendidik, tomas, tersangka, tokoh agama dan komite sekolah (usulan).(kim/lio)
Discussion about this post