Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran, Hanya Sebuah Penampung?

Ilustrasi. (dok. Kementerian Keuangan)

oleh: Riru Morintika*

Beberapa waktu lalu, sebuah terobosan baru telah dilahirkan. Pengelolaan pembayaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara sebelum barang atau jasa diterima telah dilakukan perombakan.

Hal ini ditandai dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan nomor 109 tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Atas Pekerjaan Yang Belum Diselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut diatur suatu mekanisme baru yang menggantikan mekanisme lama.

Pengaturan pembayaran yang semula menggunakan jaminan pembayaran akhir tahun anggaran sebagaimana dahulu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 145/PMK.05/2017 dinyatakan tidak berlaku lagi dan digantikan dengan mekanisme menggunakan Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPTA).

Mekanisme baru ini memperkenalkan penggunaan Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA) dalam mengelola pembayaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara sebelum barang atau jasa diterima pada akhir tahun anggaran.

Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran yang selanjutnya disingkat RPATA adalah rekening lain-lain milik Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menampung dana atas penyelesaian pekerjaan yang direncanakan untuk diserahterimakan di antara batas akhir pengajuan tagihan kepada negara sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan dan pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran yang penyelesaiannya diberikan kesempatan untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya.

Mekanisme pembayaran melalui Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA) merupakan tata cara pembayaran pada akhir tahun anggaran pada saat prestasi
pekerjaan belum diterima dimana pencairan dana ditampung terlebih dahulu ke dalam rekening penampungan milik pemerintah.

Adapun pembayaran atau pencairan dana kepada penyedia barang dan jasa rekanan pemerintah akan dilakukan setelah prestasi pekerjaan diterima.

Mekanisme implementasi RPATA ini sudah menggunakan basis teknologi informasi sehingga akan meminimalisir kesalahan-kesalahan yang kemungkinan  dilakukan oleh faktor manusia.

Mekanisme pembayaran menggunakan RPTA ini menjamin pembayaran dapat dilakukan dengan lebih aman, efektif, efisien, dan akuntabel dengan menghilangkan penggunaan garansi bank sebagai jaminan pembayaran akhir tahun anggaran.

Mengembalikan Prinsip Pembayaran Belanja Pemerintah

Belanja pada pemerintah memiliki prinsip yang berbeda dengan belanja pada swasta atau belanja pada umumnya, salah satu perbedaan karakteristik yang cukup jelas terdapat pada cara pembayarannya. Bahwa pada belanja pemerintah barang dan atau jasa yang ditransaksikan, akan diterima terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pembayaran.

Hal ini berbeda dengan belanja pada umumnya / belanja di sektor swasta, yang mendahulukan proses pembayaran, baru kemudian dilakukan serah terima barang dan / jasa.

Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 21, bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. Karakteristik belanja pemerintah ini juga dikuatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara mengatur bahwa pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.

Dalam praktiknya, prinsip belanja pemerintah yaitu pembayaran dilakukan setelah barang/jasa diterima, terdapat pengecualian. Pengecualian ini dilakukan dalam kondisi tertentu, misalnya pada akhir tahun anggaran ketika batas akhir pengajuan tagihan kepada negara telah jatuh tempo sesuai aturan terkait langkah-langkah akhir tahun anggaran tahun berkenaan.

Pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima, salah satunya adalah dengan menggunakan jaminan. Praktik penggunaan jaminan / garansi bank ini biasa dilakukan pada akhir tahun anggaran, untuk belanja-belanja pemerintah yang tidak dapat diselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran.

Menurut Bank Indonesia, yang dimaksud dengan Garansi Bank adalah jaminan pembayaran yang diberikan kepada pihak penerima jaminan (Beneficiary), apabila pihak yang dijamin (Applicant) tidak memenuhi kewajibannya.

Dengan kata lain, Garansi Bank adalah bukti bahwa Bank menjamin si Applicant bisa memenuhi kewajibannya kepada Beneficiary sesuai perjanjian yang disepakati.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima mengatur secara detil terkait proses pembayaran belanja pemerintah atas beban APBN yang dilakukan meskipun barang/jasa tersebut belum diterima oleh pemerintah dari pihak rekanan.

Dalam pengaturannya, Peraturan Menteri Keuangan tersebut mengatur penggunaan jaminan yang menjamin pengeluaran negara atas beban APBN yang barang/jasanya belum diterima oleh pemerintah.  Penjaminan tersebut dapat dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan yang telah diberikan izin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penggunaan mekanisme jaminan bank ini yang merupakan suatu pengecualian, dan pengecualian ini bisa dikatakan sebagai pelanggaran yang dilegalkan atas prinsip pembayaran belanja pemerintah.

Mekanisme pembayaran dengan jaminan bank sebagimana dimaksud dalam PMK 145/PMK.05/2017 ini mengatur bahwa atas dasar penjaminan yang dilakukan oleh pihak penjamin, maka pemerintah dapat melakukan pembayaran meskipun barang/jasa belum diterima / diserahterimakan oleh pihak penyedia barang / jasa, dengan demikian akan terjadi transfer keluar dari rekening kas negara ke rekening penjamin (swasta) meskipun barang / jasa tersebut belum diterima oleh pemerintah.

Kejadian transfer dana dari rekening pemerintah kepada rekening swasta (penjamin) tanpa disertai dengan adanya penambahan barang/jasa ataupun serah terima berang / jasa kepada pemerintah, adalah tidak sesuai dengan prinsip pembayaran belanja pemerintah.

Berbeda dengan mekanisme penjaminan, pada implementasi RPATA, alokasi dana atas suatu belanja pemerintah jika diputuskan akan menggunakan mekanisme RPTA, maka alokasi dana tersebut dipindahkan ke Rekening Penampungan milik pemerintah, sehingga bisa dikatakan, alokasi dana tersebut masih dikuasai pemerintah.

Bisa dikatakan yang terjadi adalah transfer dana dari rekening negara (milik pemerintah) ke Rekening Penampungan (milik pemerintah juga), dan jika kemudian barang/jasa diterima, baru akan dilakukan transfer dari rekening penampungan ke rekening rekanan. Hal ini menjadikan bahwa mekanisme RPATA tidak melanggar prinsip belanja pemerintah, yaitu bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan dana untuk membayar barang/jasa yang belum diterima, sesuai dengan pasal 21 Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2013.

Implementasi RPATA mengembalikan kembali salah satu penerapan prinsip belanja pemerintah sehingga bisa dikatakan sebagai penyempurna / perbaikan atas pelanggaran prinsip di masa lalu.

Menghilangkan Risiko Kerugian Negara

Penggunaan Garansi Bank sebagai jaminan belanja pemerintah yang belum diselesaikan, pada akhir 2022 mencapai 9.929 miliar rupiah. Jaminan ini diterbitkan Sebagian besar oleh Bank Mandiri (4.432 miliar rupiah), Bank Rakyat Indonesia (2.425 miliar rupiah), BNI (1.665 miliar rupiah), dan sisanya sebesar 1.407 miliar diterbitkan oleh bank lainnya ataupun lembaga keuangan bukan bank lainnya.

Sumber: data yang diolah, Direktorat Sistem Perbendaharaan

Dalam praktiknya, penggunaan jaminan ini masih mengandung risiko yang mengakibatkan kerugian negara akibat pemalsuan dokumen Garansi Bank, Garansi Bank yang datanya tidak valid, serta adanya kemunkinan keterlambatan klaim terhadap Garansi Bank tersebut.

Praktek-praktek gagal klaim pada lembaga penjamin atas garansi bank sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, yang menimbulkan kerugian negara, karena pembayaran yang dilakukan oleh negara tidak disertai dengan penambahan barang maupun jasa yang seharusnya diterima pemerintah atas transaksi pengadaan yang dilakukan.

Dengan masih terjadinya gagal klaim pada mekanisme penjaminan melalui  garansi bank, maka tujuan penggunaan mekanisme penjaminan melalui Garansi Bank yaitu antara lain untuk menghilangkan risiko kerugian negara, ternyata tidak tercapai, karena masih dimungkinkan terjadi kerugian negara karena gagal klaim garansi bank.

Implementasi penjaminan garansi bank pada belanja pemerintah di akhir tahun masih menimbulkan risiko kerugian negara.

Pengalaman gagal klaim atas garansi bank pada belanja pemerintah akhir tahun, memacu pemerintah untuk mencari alternatif pengganti mekanisme garansi bank yang berisiko merugikan negara.

Implementasi Peraturan Menteri Keuangan nomor 109 tahun 2023, memberikan amanat bahwa penggunaan jaminan / garansi bank pada belanja pemerintah di akhir tahun anggaran akan dihapus, dan digantikan dengan proses pembayaran yang pencairan dananya ditampung terlebih dahulu dalam rekening penampungann (RPTA).

Ketika suatu pengadaan barang / jasa diperhitungkan baru akan selesai / dilakukan serah terima barang /jasa, setelah batas akhir pengajuan tagihan kepada negara, namun masih dalam kurun waktu sebelum 31 Desember (sebelum berakhir tahun anggaran) dan  apabila pejabat pembuat komitmen (PPK) memutuskan untuk menggunakan mekanisme RPTA, maka ketika satker mangejukan SPM-Penampungan terhadap nilai fisik pekerjaan termasuk retensi kepada KPPN, maka kemudian KPPN akan menerbitkan SP2D penampungan, yang artinya bahwa telah terjadi perpindahan dana dari rekening kas umum negara (milik pemerintah) ke rekening penampungan (milik pemerintah).

Proses ini tidak menimbulkan pemindahan dana keluar dari rekening milik pemerintah. Pemerintah sebagai penjamin melalui rekening penampungan, menjamin akan membayar jika proyek terselesaikan, dan dapat segera mengembalikan dana dari rekening penampung kembali ke rekening Kas umum negara jika terjadi wanprestasi.

Dalam mekanisme RPTA tersebut tergambar jelas bahwa sebelum ada prestasi, maka dana tidak pernah berpindah posisi keluar dari rekening milik pemerintah.

Hal tersebut mengeliminasi risiko kerugian negara akibat gagal klaim sebagaimana yang terjadi jika menggunakan mekanisme garansi bank.

Kedua hal tersebut di atas merupakan solusi utama atas permasalahan yang telah terjadi, selain kedua hal di atas terdapat juga manfaat-manfaat lainnya, antara lain dari sisi penghematan sumber daya, bahwa satuan kerja dapat lebih menghemat waktu dan tenaga karena tidak perlu lagi melakukan konfirmasi atas keaslian/keabsahan Garansi Bank dan keharusan untuk menyediakan sumber daya dalam rangka menatausahakan garansi bank.

Selain itu dengan diberlakukanya RPTA ini, pihak rekanan belanja pemerintah juga tidak perlu lagi mengeluarkan dana lebih untuk menyediakan garansi bank.

Sedangkan dari sisi pendapatan negara, terdapat potensi pendapatan negara atas pengelolaan saldo dana pada rekening penampungan.

Terobosan implementasi penggunaan RPATA ini dimulai pada Tahun 2023. Perubahan dari penggunaan jaminan / garansi bank menjadi RPATA memerlukan penyesuaian dan pembelajaran  semua pihak, baik eksternal maupun internal Kementerian Keuangan, serta pihak swasta.

Kesuksesan implementasi RPATA ini diharapkan dapat segera memberikan manfaat-manfaat yang secara langsung dapat memberikan keuantungan bagi semua pihak dan semakin meningkatkan kualitas pengelolan keuangan negara secara nyata.

(*) Penulis adalah ASN di Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan.

 

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?