Kota Malang, Blok-a.com – Kemunculan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang membuka lapak di pinggir jalan sudah menjadi pemandangan yang lumrah bagi warga Kota Malang. Salah satunya, PKL di sepanjang jalan Surabaya, Sumbersari, Kota Malang.
Sudah sejak lama, mereka memilih berjualan di sana karena tempatnya strategis. Jalanan tersebut mudah diakses pembeli yang rata-rata anak kos, mahasiswa, dan pengguna jalan. Salah satu keuntungan berjualan di tepi jalan adalah mereka tidak perlu membayar sewa tempat atau toko.
Ini memungkinkan para PKL untuk menghemat biaya operasional dan menikmati keuntungan langsung dari penjualan barang dagangan mereka. Seperti yang disampaikan salah satu penjual di Jalan Surabaya.
“Gak ada sih. Jadi kalau kita jualan sekedar bersih-bersih gitu aja. Kalau udah selesai ya, udah bersih-bersih. Itu kalau sore ya, kalau siang kita nggak, nggak bayar,” ujar Koko salah seorang penjual isi cireng.
Selain itu mereka juga memiliki kebebasan untuk berpindah tempat kapan pun dibutuhkan. Terlebih, jika ada acara atau kegiatan di suatu tempat yang menjanjikan banyak pelanggan.
Hal ini memberi mereka fleksibilitas untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi pasar.
“Kalau saya sih kan udah pengalaman, ya keliling-keliling,” ujar pak Haris, pedagang telur gulung di Jalan Surabaya Dalam.
Meski begitu, mereka juga harus bersiap menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya persaingan ketat dengan sesama PKL yang juga membuka lapak di pinggir jalan.
Dalam proses mencari tempat berdagang, mereka harus keliling terlebih dahulu mencari lokasi yang strategis. Hal ini tidaklah mudah dan cukup memakan waktu.
“Awal mulanya itu karena apa ya cari cari tempat susah, terus akhirnya ketemu tempat ya disini, cocok nya disini,” ujar Tita, salah satu pedagang cireng isi.
Siap-Siap Digusur
PKL juga seringkali menjadi incaran Satpol PP, yang bertugas untuk menegakkan peraturan terkait ketertiban dan kebersihan di kota.
“Ya waktu itu juga kan apa ya kalau Satpol PP aslinya sering sih kasih peringatan,” kata Haris.
Selain itu, setiap harinya mereka juga harus siap melakukan proses bongkar pasang lapak mereka
“Jadi kalau kita jualan sekedar bersih-bersih gitu aja. Kalau udah selesai ya, udah bersih-bersih,” ujar Koko.
Beberapa PKL di Jalan Surabaya ini juga menitipkan gerobak dagangannya di penitipan gerobak yang dikelola oleh warga setempat.
“Kalau nitip Rp150.000 per bulan,” ungkap Tita salah satu penjual.
Sulit Urus Izin Berjualan
Selain susah dalam mendapatkan tempat yang cocok dan strategis, para PKL mengaku kerap mengalami kesulitan dalam mengurus perizinan.
Izin berjualan ini penting. Sebab jika mereka tidak mendapatkan izin, mereka akan digusur atau dipaksa pindah ke tempat lain yang malah akan membuat mereka semakin kerepotan.
“Ya pernah sih (izin) sama orang kampung, sama bapak camatnya, cuma saya izin izinnya sama bapak camat” ujar Haris saat ditanya apakah pernah digusur sebelumnya.
Jika digusur, mereka berharap pemerintah setempat bisa menyediakan lokasi yang lebih sesuai untuk berjualan. Sehingga mereka masih memiliki kesempatan untuk mencari nafkah demi menyambung hidup.(mg5/gni/lio)