Kota Malang, Blok-a.com – Menanggapi soal kasus KDRT di Tangerang yang terekam oleh anak sendiri, psikolog sebut kasus tersebut harus diselesaikan sebelum anak menginjak usia dewasa.
Kasus KDRT di Indonesia alami peningkatan di setiap tahunnya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut pada 2021 kasus KDRT mencapai 10.368 dalam satu tahunnya.
Seperti pemberitaan sebelumnya, kasus KDRT kembali terjadi di Tangerang Selatan Jawa Barat. Seorang istri yang kepergok selingkuh dihajar oleh sang suami hingga ditendang, dicekik, bahkan diinjak bagian lehernya.
Kejadian tersebut berhasil direkam oleh seorang anak yang berada dalam lokasi yang sama. Video tersebut memperlihatkan kejadian mengenaskan yang dialami oleh kedua orang tuanya.
Menanggapi kasus tersebut, Psikolog UIN Malang, Fuji Astutik memberikan tanggapannya.
Terkait KDRT, Fuji menyebutkan terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi, antara lain faktor pribadi individu, faktor budaya, hingga faktor ekonomi.
“Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, dari sisi individu misal ketidak mampuan dalam menyelesaikan konfilik hingga memunculkan karakteristik yang cenderung agresif,” ungkapnya saat dikonfirmasi Blok-a.com.
Psikolog asal Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim ini menyebutkan, kepribadian akan sangat memengaruhi pola pikir seseorang hingga berdampak kepada perilakunya dalam menyelesaikan masalah.
Sedangkan dalam faktor budaya, ia menyebut adanya suatu hal yang diasumsikan atau terbiasa ada salah satu pihak yang diunggulkan sehingga menyebabkan kesenjangan antara satu dengan lainnya.
“Misal salah satu pihak memiliki power dan mengendalikan semuanya, sehingga dia merasa lebih memiliki kontrol atas pasangannya itu juga bisa menjadi salah satu faktor terjadinya KDRT,” palarnya.
“Atau di dalam lingkungan itu misalnya pemukulan bentakan dsb dijadikan sebagai sesuatu hal yang biasa, lah ini bisa juga menjadi faktor terjadinya KDRT,” imbuhnya.
Lebih lanjut, sebagai psikolog Fuji berpendapat kasus KDRT kurang pantas dipertontonkan pada seorang anak. Sebab, hal tersebut akan memicu gangguan psikolog pada anak bahkan hingga anak tersebut dewasa.
“Apabila seorang anak terpapar kejadian seperti itu, pasti akan ada perasaan takut hawatir cemas, bisa jadi kalau itu tidak terselesaikan inner child sampai dia dewasa,” jelasnya.
Menurutnya terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi pada anak tersebut, yakni seorang anak akan menjadi pelaku KDRT atau mungkin seorang anak akan menjadi korban selanjutnya.
Terkait kasus yang terjadi, Fuji menyarankan permasalahan tersebut harus sesegera mungkin diidentifikasi agar tidak menimbulkan trauma bagi anak yang terlibat kasus tersebut.
“Yang pertama identifikasi sejauh mana ketakutan kecemasan atau trauma yang dialami anak, kemudian dilakukan pendampingan untuk diberikan kejelasan dengan memastikan bahwa hal tersebut salah dan bagaimana cara menyelesaikannya,” jelas Fuji.
“Selanjutnya memastikan bahwa si anak ini tidak menyimpan rasa dendam atau rasa marah kepada salah satu pihak, jadi diselesaikan sebelum dia dewasa,” tutupnya.
(ptu)