Merawat Kebersamaan dan Syukuri Berkah Bumi Lewat Tradisi Ithuk-Ithukan Banyuwangi

Tradisi Ithuk-ithukan sebagai simbol rasa syukur akan berkah sumber air di Banyuwangi. (blok-a.com/Kuryanto)
Tradisi Ithuk-ithukan sebagai simbol rasa syukur akan berkah sumber air di Banyuwangi. (blok-a.com/Kuryanto)

Banyuwangi, blok-a.com – Kabupaten Banyuwangi, wilayah di ujung timur Pulau Jawa ini memiliki keberagaman budaya yang luar biasa. Salah satunya ritual adat ithuk-ithukan.

Tradisi Ithuk – Ithuk merupakan simbol ungkapan rasa syukur pada yang Maha Kuasa atas limpahan berkah sumber mata air. Seperti yang dilakukan oleh warga Dusun Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.

Dalam ritual tersebut, seluruh pria memakai pakaian setelan hitam. Sedang untuk wanita juga mengenakan pakaian warna hitam dengan kebaya jarik khas Suku Osing.

Tak ketinggalan mereka membawa Ithuk, atau dalam Basa Osing berarti alas makan yang terbuat dari daun pisang.

Nampak dalam ritual tersebut, seluruh warga berjalan beriringan di belakang Barong Kemiren dengan diiringi gamelan Banyuwangian mengelilingi jalan Desa Kampunganyar. Sembari membawa ithuk dan berbagai hidangan sederhana yang salah satunya ingkung ayam bakar.

Baca Juga: Mengenal Rebo Wekasan, Asal-usul, Mitos, Larangan Hingga Ritualnya

Ketua adat Dusun Rejopuro, Sarino mengatakan, tradisi Ithuk-Ithukan merupakan tradisi turun – temurun yang dilaksanakan pada tanggal 12 Dzulhijjah menurut kalender Islam.

“Sajian ithuk yang berlimpah menunjukkan bahwa setiap warga harus mendapatkan makanan. Sehingga tidak ada yang kelaparan di antara mereka,” kata Sarino, Kamis (1/6/2023).

Arak – arakan dimulai dari pusat pemukiman Rejopuro menuju Sumber Hajar, sumber mata air utama di dusun Rejopuro.

Setelah itu seluruh warga melaksanakan doa di dekat sumber. Kemudian menggelar makanan yang dibawa dan makan bersama-sama.

“Sumber Hajar memiliki peran penting bagi masyarakat Rejopuro. Sumber air ini melimpah dan digunakan oleh warga untuk berbagai kebutuhan sehari-hari, termasuk irigasi lahan persawahan,” terangnya.

“Berkat sumber air Hajar hidup kami di sini menjadi nyaman. Warga menjadi lebih dekat satu sama lain,” tambahnya.

Kepala Desa (Kades) Kampunganyar, Siti Latifah menambahkan, bahwa tradisi Ithuk-ithukan mengajarkan warga untuk selalu berbagi dengan sesama. Rasa kebersamaan terus terjaga melalui tradisi ini.

“Kami akan terus mempertahankan tradisi ini di tengah pertumbuhan zaman yang modern. Tradisi yang diwariskan oleh leluhur kami menunjukkan bagaimana kami akan selalu saling berbagi dan menyayangi sesama manusia,” terang Siti Latifah. (kur/lio)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?