Kota Malang, blok-a.com – Baru-baru ini, penduduk Kota Malang mengadakan tradisi megengan atau syukuran menjelang bulan Ramadan Kamis (23/3/2023).
Setelah acara tersebut diadakan tiga hari yang lalu di Kampung Gribig Religi, kini giliran Kampung Budaya Polowijen (KBP) Malang yang mengadakan tradisi Megengan Rabu (22/3/2023) Siang.
Selama acara megengan berlangsung, kue apem menjadi hidangan yang wajib tersedia.
Meski demikian, terdapat perbedaan dalam acara tersebut, yaitu warga Polowijen juga melaksanakan tradisi nyadran atau membersihkan makam para leluhur.
“Tradisi ini dilakukan dengan cara yang unik, yaitu dengan mengenakan baju adat Jawa dan pakaian kesenian,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) KBP, Isa Wahyudi Kamis (23/3/2023) Siang.
Salah satu penampilan yang menarik perhatian adalah tari sadran, yaitu tarian yang melibatkan empat perempuan yang mengenakan busana putih sebagai tanda penghormatan kepada para leluhur.
“Nyadran dilakukan dengan tujuan untuk menghormati nenek moyang dan menyatakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Selain itu, Nyadran juga bertujuan untuk memperkuat kesatuan masyarakat dan mendorong keharmonisan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
Menurutnya, aktivitas semacam itu diadakan secara berkala setiap tahunnya, tapi dikarenakan terjadi pandemi Covid-19 kegiatan tersebut sempat sulit dilaksanakan akibat PSBB dan PPKM.
Selain itu, menghormati leluhur juga berfungsi sebagai tindakan menjaga keberlangsungan budaya.
Selanjutnya, masyarakat pun diharapkan dapat berpartisipasi dengan cara saling berbagi kue tradisional jenis apem.
“Kegiatan tersebut diadakan secara teratur setiap tahun. Selain berfungsi sebagai upaya melestarikan budaya, menghormati leluhur juga dianggap penting,” jelasnya.
Selain itu, masyarakat juga diundang untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dengan cara berbagi kue tradisional, yaitu kue apem.
Kegiatan megengan dan nyadran kali ini terlihat berbeda dari tiga tahun sebelumnya.
Seiring merebaknya pandemi Covid-19, pelaksanaan kegiatan tersebut menjadi sulit karena adanya pembatasan kerumunan.
“Namun, meski begitu tradisi tersebut tetap berhasil menarik minat banyak warga untuk menyaksikan pertunjukan kesenian dan berbagi makanan,” tandasnya. (mg1/bob)