blok-a.com – Dunia pendakian Indonesia kehilangan salah satu sosok ikoniknya. Mbok Yem, pemilik warung makan tertinggi di Indonesia yang berada di jalur pendakian Gunung Lawu, telah meninggal dunia pada usia 82 tahun.
Warung miliknya yang terletak di ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut sudah puluhan tahun menjadi tempat persinggahan favorit para pendaki sebelum mencapai puncak.
Mbok Yem menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu (23/4/2025) siang di rumahnya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Perempuan bersahaja bernama asli Wakiyem ini menghembuskan napas terakhir di rumahnya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, sekitar pukul 13.30 WIB.
Informasi tersebut dijelaskan oleh juru bicara keluarga, Syaiful Gimbal.
“Benar, meninggalnya di rumah tadi sekitar pukul 13.30 WIB,” ujarnya Rabu (23/4/2025).
Jenazah Mbok Yem disemayamkan di rumah duka dan akan dimakamkan di pemakaman umum Desa Gonggang setelah prosesi pemandian dan penghormatan terakhir selesai dilakukan.
Sebelum meninggal dunia, Mbok Yem sempat dirawat di RSU Aisyiyah Ponorogo akibat penyakit pneumonia yang dideritanya sejak Maret lalu. Setelah menjalani perawatan inap selama dua pekan, ia melanjutkan pemulihan secara rawat jalan di rumah.
Warung Mbok Yem Tertinggi Menjadi Ikonik Gunung Lawu
Bagi para pendaki Gunung Lawu, nama Mbok Yem adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman mereka. Warung sederhananya yang berdiri sejak tahun 1980-an dikenal sebagai tempat istirahat terakhir sebelum mencapai puncak. Terletak hanya sekitar 115 meter dari puncak Lawu, warung ini menjadi oasis di tengah dinginnya hawa pegunungan.
Mbok Yem dikenal karena semangat dan dedikasinya dalam melayani para pendaki.
Meski berada di lokasi ekstrem, ia tetap setia berdagang demi memastikan para pendaki bisa mendapatkan makanan dan minuman hangat.
Ia bahkan tinggal di warung tersebut dan hanya turun gunung sekali dalam setahun, yakni saat Lebaran untuk berkumpul bersama kelima anaknya.
“Untuk stok dagangan, saya juga dibantu orang lain. Jadi, ada orang yang antar barang ke sini tiga kali dalam seminggu,” ungkapnya dalam sebuah wawancara kompas.com
“Yah, sekali setahun aja pulangnya.Waktu Lebaran,” katanya.
Dedikasi Seumur Hidup Mbok Yem
Meski usia terus bertambah dan kondisi fisiknya melemah, Mbok Yem tetap bertahan di Lawu. Ia memilih menggunakan tandu sebagai alat bantu naik dan turun gunung. Permintaan anak dan cucunya untuk menetap di rumah pun tak mampu menggoyahkan keinginannya.
“Saya senang bisa membantu orang yang membutuhkan di sana. Mereka tidak perlu repot dan khawatir soal makan dan minum saat berada di Puncak Lawu,” katanya saat di wawancara kompas.com.
Lebih dari sekedar berdagang, Mbok Yem menganggap keberadaannya di puncak sebagai bentuk pengabdian dan ketenangan jiwa.
Selamat Jalan, Sang Legenda Gunung Lawu
Warung Mbok Yem bukan hanya tempat makan, tetapi simbol semangat, kasih sayang, dan keteguhan. Di balik sederhananya, ia telah menjadi pahlawan bagi para pendaki yang kelelahan dan kedinginan.
Kini, sosok yang menjadi penanda perjalanan spiritual dan fisik di Gunung Lawu itu telah tiada. Namun, warisan semangat dan kasih sayang Mbok Yem akan terus hidup dalam kenangan ribuan pendaki yang pernah mencicipi masakannya dan merasakan hangatnya Beragam di atap Jawa Timur. (bob)