Kabupaten Malang, blok-a.com – Kapolres Malang, AKBP Putu Kholis Aryana menggelar bedah buku bertajuk ‘Move in Silence: Untold Story of Kanjuruhan Disaster’ di Audiotorium, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
Dalam diskusi yang digelar pada Jumat (20/12/2024), berbagai aspek tragedi Kanjuruhan dikupas. Mulai dari proses hukum, santunan bagi korban, rekonsiliasi suporter Arema, termasuk kritik terhadap penanganan tragedi oleh Polri juga disampaikan oleh audiens.
Putu Kholis mengungkapkan, buku yang ia tulis sebagai bentuk refleksi mendalam atas tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 silam.
Ia sengaja menuliskan buku tersebut sebagai pengingat penting bagi institusi kepolisian untuk terus belajar dari sejarah kelam tragedi kanjuruhan yang menewaskan 135 nyawa.
“Ini merupakan sebuah pelajaran penting yang tidak boleh dilupakan oleh Polres Malang agar kedepan (tragedi kanjuruhan) tidak boleh terulang kembali,” ungkap Kholis, Jumat (20/12/2024).
Melalui buku tersebut, pria kelahiran Semarang ini juga menegaskan bahwa pendekatan hukum saja tidak cukup untuk menangani dampak tragedi.
Sehingga interaksi langsung dengan keluarga korban menjadi bagian penting dalam proses penyembuhan traumatis yang ditinggalkan dari tragedi kemanusiaan ini.
“Ini sebagai bentuk tanggung jawab kami sebagai pihak yang paling saya rasa perlu dimintai tanggung jawab paling besar dalam tragedi kanjuruhan,” tegasnya.
Selama berjalannya diskusi, beberapa pertanyaan kritis diajukan oleh audiens, mulai dari transparansi proses hukum, efektivitas santunan bagi korban, hingga langkah-langkah rekonsiliasi antara suporter.
Putu Kholis menegaskan, pihaknya berkomitmen menyelesaikan permasalahan ini secara transparan dan humanis. Termasuk melalui tiga hal utama yang terus dilakukan guna membangun kepercayaan publik pasca tragedi.
Di antaranya Transformative Justice yaitu pendekatan yang berorientasi pada penanganan hukum untuk meredam konflik, Peace Making Criminology atau lebih banyak mendengar dan memulihkan hubungan dengan menyesuaikan kearifan lokal.
“Serta Community Policing yakni interaksi antara polisi dan masyarakat untuk mendeteksi dan menyelesaikan masalah Kamtibmas,” tambahnya.
Melalui buku ini, Putu Kholis berharap bisa memberikan perspektif baru tentang cara kepolisian menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan dan menjaga situasi Kamtibmas pasca-tragedi.
Dengan pendekatan yang humanis dan komprehensif, diharapkan buku ini bisa menjadi pengingat dan pelajaran berharga. Tidak hanya bagi Polres Malang, tetapi juga untuk seluruh institusi kepolisian di Indonesia. Agar tragedi serupa tidak terulang kembali di masa depan.
“Saya rasa ini hal-hal yang setiap hari dikerjakan oleh Polisi, Insyaallah kalau kita lakukan lebih sistematis tentu kita punya arah yang benar untuk Bagaimana bisa memulihkan situasi yang rumit seperti kanjuruhan,” pungkasnya. (ptu/lio)