Surabaya, blok-a.com – Baktiono, Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, menahan marah saat mendengar pernyataan Salam, salah satu staf bagian hukum yang dinilai gagap aturan.
“Sudah Pak, jangan berbelit. Itu tadi IMB keluar tahun 2006, tapi di Dinas LH tidak pernah menerbitkan UKL dan UPL artinya IMB itu cacat hukum. Apa konsekwensinya secara hukum, gitu aja Pak Salam yang dijawab,” ujar senator PDIP ini gemas.
Demikian juga Aning Rahmawati, Wakil Ketua Komisi C agak sewot setelah Kadis PU Cipta Karya justru menerangkan masih belum klir membuka data tahun 2006 dan butuh waktu seminggu lagi.
“Ayolah Pak, kalau dipanggil Wali Kota cepat datang dengan berkas lengkap. Ini dipanggil DPRD diberi waktu seminggu masih belum juga siap,” ujar Aning, memimpin hearing, Selasa (30/5/2023) siang.
Dalam kasus ini, tower PT Protelindo telanjur dibangun pada 2006. Mereka hanya mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB), padahal syarat IMB itu terbit harus ada izin UKL UPL dan atau HO nya.
Perwakilan PT Protelindo, yang berkantor di Jalan Manyar Jaya ini, lantas menyerahkan sejumlah dokumen yang dimiliki kepada Komisi C sebelum meninggalkan ruangan usai hearing ditutup.
Dalam kasus ini, warga di Jalan Semolowaru I, dan sekitarnya memprotes keberadaan tower Protelindo karena sangat merugikan.
Selain itu, perizinan PT Protelindo, sebelum mendirikan tower hanya melampirkan IMB saja.
Hal itu terungkap dalam hearing kali ini, yang dihadiri Lurah, Camat, Kadis PU Cipta Karya, Dinas LH, Bagian Hukum Pemkot dan perwakilan warga.
Yang mengejutkan di tengah sesi hearing, staf Dinas Lingkungan Hidup, menyatakan tidak pernah menerbitkan izin UKL dan UPL dampak lingkungan atas nama PT Protelindo.
“Naah, kan, kalau IMB itu tidak dilampiri UKL UPL itu jelas cacat hukum prosedurnya. Sesuai UU nomor 30 tahun 2014, maka perizinan dievaluasi memakai aturan saat izin dikeluarkan. Artinya ya cacat hukum. Jika izin cacat hukum maka bangunan harus dibongkar,” ujar Baktiono, menyergah.
Bagi warga yang dirugikan, dan persoalan ganti rugi dan jaminan dibahas dalam hearing selanjutnya, sepekan ke depan.
Ketua Komisi C Baktiono, sempat meninggi saat
Salam dari Bagkum Pemkot, menyatakan jika terhadap produk TUN dianggap cacat hukum maka harus digugat di PTUN. “Loh, Pak. Ini sampean ini kok ngajak PTUN, ya kenapa harus hearing. Itu aturan Undang undang jelas, toh. Bisa dicabut,” ujar Baktiono, meninggi.
Arina, dari pihak Protelindo usai hearing menolak wawancara. Dia mengatakan seharusnya bukan dia yang ditanya. Kata dia, izin Protelindo sudah lengkap.
“Izin kita lengkap. Silakan tanya ke mereka. Jangan saya,” ujarnya berlalu.
Sebelumnya, Protelindo membeli izin meneruskan dari perusahaan lain membangun tower groundfield.
Dalam perjalanan waktu, warga yang protes kian terusik. Sejak surat protes ke media massa, ke Wali Koya 2020, dan ke beberapa tokoh tidak direspon. Baru 2021 direspon komisi C.
Perwakilan warga, Lilik mengatakan akibat tower itu, warga dilanda kecemasan saat hujan, badai, angin dan saat cuaca buruk.
Terakhir, alat elektronik warga banyak yang rusak TV meledak, kulkas dan sejumlah alat listrik lainya.
Warga kata Lilik tidak pernah melihat PT Protelindo menepati janji soal insurance terhadap warga. Apalagi ganti rugi. Dari situlah warga bersikukuh agar tower itu dibkngkar.
“Jarak dengan rumah warga itu 2 meteran loh, bukan 20 meter. Sedangkan towernya setinggi 45 meter. Warga di RT 7 Klampis Semolo Tengah 4 itu tidak ada satupun yang dimintai persetujuan walaupun jaraknya hanya 2 meter,” ujar Lilik.
Dia dan warga keberatan alasan seperti itu karena terkena dampaknya semisal saat gempa warga ketakutan.
Tanggal 13 April 2023 ada dicatat warga, ada petir mengenai rumah warga, telepon, tv, dan kulkas meledak.
“Ini menyusahkan kami sedangkan kami tidak pernah dimintai persetujuan padahal kami sudah di situ sejak 1995, ” ujar Ewaldo Shael SH, mendampingi 13 warga lainnya.(kim)