Kota Malang, blok-a.com — Seorang mahasiswi yang berkuliah sambil bekerja part time bercerita menjadi korban kekerasan seksual.
Rani Harahap, mengikuti aksi demonstrasi menuntut keamanan dan kesetaraan perempuan di lingkungan masyarakat.
Dirinya menyuarakan keresahan terkait diskriminasi terhadap perempuan baik di dunia perkuliahan maupun dunia kerja.
Mahasiswi yang berkuliah di Malang ini menjelaskan bahwa diskriminasi yang ia terima selama di perkuliahan salah satunya adalah jarang adanya ketua atau koordinator kelas berjenis kelamin perempuan.
“Contoh kecilnya aja, banyak anak yang tidak percaya kepada koordinator kelas yang berjenis kelamin perempuan,” jelas Rani pada wartawan blok-a.com, Rabu (8/3/2023).
Tak hanya itu, Rani juga mengalami diskriminasi saat dirinya bekerja di cafe. Ia mengatakan bahwa perempuan tidak diperbolehkan untuk bekerja di shift tertentu.
“Ya saya tau tujuannya mungkin mereka khawatir jika perempuan mengalami pelecehan, tapi saya kan juga berkuliah jadi kalau nggak ambil shift malam saya ga bisa,” tegasnya.
Saat ia menyampaikan orasinya, Rani terlihat sangat emosional terkait keamanan perempuan saat bekerja dan berkuliah.
“Saya hanya ingin berkuliah dan bekerja dengan aman!” teriaknya dihadapan masa aksi.
Setelah ditelusuri, ternyata Rani pernah menjadi korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
“Saya pernah menjadi korban KBGO,” jelasnya.
Rani mengaku sudah mencoba melaporkan ke kepolisian namun dirinya malah ditertawai dan disalahkan.
“Saya mencoba lapor ke polisi tapi malah diketawain dan disalahkan, katanya nggak usah ngirim apa apa ke pacar,” jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut menjadikan para korban kekerasan seksual tak mau terbuka dan enggan melaporkan kasus ini ke badan hukum.
“Maka dari itu banyak korban yang enggan lapor karena pada akhirnya disalahkan,” tuturnya.
Akhirnya ia melaporkan hak tersebut ke pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mendapat pendampingan secara psikologis dan hukum.
“Kalau dari LSM kita dikasih pilihan apakah mau dibawa ke hukum atau didampingi secara psikologis saja, kebanyakan korban akan meminta pendampingan secara psikis karena sudah tidak percaya dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Dirinya berharap setelah aksi ini akan lebih banyak korban pelecehan seksual baik perempuan maupun laki-laki yang berani untuk speak up.
“Saya berharap setelah aksi ini semakin banyak korban yang berani untuk speak up dan tidak malu untuk melaporkan hal tersebut ke lembaga yang mau mendampingi,” pungkasnya. (len/bob)