blok-a.com – Lelaki maksiat ini cukup beruntung. Sebab lelaki maksiat itu saat meninggal dibuang di sampah oleh warga sekitar.
Lelaki itu tidak diterima oleh warga namun jenazahnya berakhir husnul khotimah.
Bagaimana kisahnya?
Lelaki itu hidup semasa Nabi Musa AS.
Nabi Musa pernah mendapat wahyu dari Allah SWT untuk mengurus jenazah seorang lelaki maksiat semasa hidupnya.
Nabi Musa ditunjukan oleh Allah SWT meskipun lelaki itu penuh maksiat selama hidup saat meninggal berakhir husnul khotimah.
Dinukil dari riwayat hadits dalam Kitab Ushfuriyah karya Syekh Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfuri, Nabi Musa AS mendapat wahyu dari Allah SWT untuk mengurus jenazah seorang lelaki di pembuangan sampah.
Diketahui, warga di perkampungan tersebut membuangnya dan tidak ada yang mau mengurusnya karena perilaku maksiat laki itu.
“Wahai Musa, di suatu perkampungan, ada seorang lelaki mati di pembuangan sampah. Ia adalah salah satu di antara kekasihku. Namun, para tetangganya tidak mau memandikan, mengafani, dan menguburkannya. Karena itu, pergilah, mandikan, kafani, salati, dan kuburkanlah sewajarnya,”
Sesampai Nabi Musa AS di perkampungan tersebut, beliau pun mulai menanyai warga tentang keberadaan si jenazah. Saat warga perkampungan mengabarkan bahwa jenazah dibuang di pembuangan sampah, mereka juga menceritakan perilaku si jenazah semasa hidupnya.
Nabi Musa AS yang mendengar banyak informasi mengenai perilaku buruk si jenazah pun bermunajat kepada Allah SWT. Ia berkata:
“Tuhanku, Engkau memerintahkanku untuk menguburkannya dan mensalatinya. Padahal, orang-orang menyaksikan keburukannya. Engkau lebih tahu daripada mereka tentang pujian dan cercaan,”
Allah SWT kembali menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS untuk membenarkan informasi tentang perilaku buruk jenazah yang didengarnya. Namun, Allah SWT juga menunjukkan amalan terakhir yang dilakukan oleh jenazah lelaki tersebut sebelum ia menemui ajalnya.
Usut punya usut, amalan terakhir yang dilakukan oleh lelaki tersebut adalah memohon ampun kepada Allah SWT. Menurut riwayat, ada tiga doa yang dipanjatkan oleh lelaki tersebut di hari-hari terakhirnya.
Pertama, lelaki tersebut mengakui perbuatan maksiat yang dilakukannya. Ia berdoa kepada Allah SWT:
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui perbuatan-perbuatan maksiatku yang sebenarnya juga aku benci dalam hati. Namun, ada tiga hal berkumpul bersamaku sehingga aku melakukan perbuatan maksiat yang sebenarnya aku benci dalam hati itu yaitu, hawa nafsu, teman yang buruk, dan iblis. Karena itu, ampunilah aku.”
Kedua, sang lelaki juga mengakui bahwa tempatnya semasa hidup berada di lingkungan orang fasik. Meski demikian, ia juga pernah berada di sekitar orang sholeh dan mengaku lebih senang berada di sana.
“Wahai Tuhanku, Engkau tahu aku melakukan perbuatan maksiat, dan tempatku adalah bersama orang-orang fasik. Akan tetapi, sebenarnya aku juga senang bersama orang sholeh dan senang dengan sikap zuhud mereka. Tentu tempat bersama mereka lebih aku senangi daripada bersama orang fasik,”
Hingga, doa terakhir yang dipanjatkan lelaki tersebut adalah pernyataan dirinya yang berjanji akan mendahulukan hajat orang sholeh dibanding orang yang fasik. Di samping itu, ia juga memohonkan ampunan kepada Allah SWT sebagai doa terakhirnya.
“Wahai Tuhanku, seandainya Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-dosaku, para wali, dan nabi akan merasa senang sedangkan setan-setan, musuhku dan musuhMu, akan sedih. Begitu pun sebaliknya,”
“Dan, aku pun tahu bahwa kegembiraan para kekasih kepadaMu lebih Engkau senangi daripada kegembiraan setan-setan dan pengikutnya. Karena itu, ampunilah dosa-dosaku, Ya Allah,”
Sebagai Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah SWT pun mengampuni dosa-dosa jenazah lelaki tersebut karena amal terakhir yang dilakukannya. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW juga mengabarkan dalam hadits bahwa amal seseorang dinilai dari akhir hayatnya. Dari Abu Umamah Al Bahilil disebutkan:
إذا أراد الله بعبد خيرا استعمله قيل : ما يستعمله ؟ قال : يفتح له عملا صالحا بين يدي موته حتى يرضي عليه من حوله
Artinya: “Jika Allah menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, maka dia akan membuatnya banyak beramal,” Beliau ditanya, “Bagaimana Allah membuatnya banyak beramal?” Beliau menjawab, “Diberinya taufiq untuk beramal sholeh sebelum mati, kemudian dia dicabut dalam keadaan seperti itu,” (HR Ahmad). (bob)