Malang, Blok-a.com – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) terus menunjukkan kontribusinya dalam mendukung industri kreatif yang ramah lingkungan. Salah satu inovator dari perguruan tinggi ini adalah Wehandaka Pancapalaga, seorang pengajar yang berhasil mengaplikasikan teknik ecoprint dalam proses produksi batik.
Ecoprint menjadi metode mencetak alternatif yang bertujuan mengurangi dampak negatif limbah kimia dari pabrik tekstil. Wehandaka Pancapalaga mengembangkan teknik ecoprint zero waste berdasarkan penelitian yang dilakukannya.
Melalui penelitiannya, Wehandaka menemukan bahwa ekstrak pohon mangrove mampu menjadi bahan pewarna kain alami yang sangat efektif. Ia juga melakukan eksperimen dengan berbagai jenis mordan sebagai zat pengikat warna.
Hingga akhirnya menemukan mordan tawas sebagai yang paling tepat dikombinasikan bersama ekstrak mangrove. Kombinasi ini membuktikan sifat mordan tawas yang mengikat warna dengan kuat dan tahan lama.
Dalam proses produksinya, Wehandaka menggunakan kulit domba samak jenis crust sebagai bahan produk. Jenis kulit ini lebih lentur dan mampu menyerap warna lebih baik, sehingga menghasilkan produk yang warnanya tak mudah luntur.
Bekerjasama dengan lima mahasiswanya dari Fakultas Peternakan UMM Malang, Wehandaka berhasil menciptakan produk-produk fungsional. Sebut saja tas, pakaian, dan sepatu berbahan kulit, dengan menggunakan cara mewarnai kain dengan bahan alami dari ekstrak pohon mangrove.
Menurut Wehandaka, ekstrak pohon mangrove memiliki sifat unggul sebagai pewarna tekstil. Tidak hanya tahan luntur, tetapi warna yang dihasilkan juga lebih merata dan tajam. Terutama melalui proses pemanasan menggunakan mesin pengukus atau steam.
Pengukusan dilakukan selama dua jam pada suhu 75 derajat Celsius. Suhu yang tepat menjadi kunci sukses dalam proses ini. Karena jika terlalu tinggi, kulit yang digunakan untuk ecoprint akan rusak. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, pewarna alami dari ekstrak mangrove tidak akan melekat dengan baik pada bahan kulit.
Saat ini, teknik ecoprint sedang dalam proses pendaftaran paten. Wehandaka telah menularkan pengetahuannya tentang teknik ini melalui berbagai event, salah satunya dalam program matching fund bersama UMKM di Bululawang, Kabupaten Malang.
Tanggapan positif dari masyarakat terhadap teknik ecoprint sangat menggembirakan. Terutama bagi Desa Bululawang yang notabene menjadi pusat kerajinan kulit. Di mana para perajin masih menggunakan metode pewarnaan konvensional.
Dengan adanya inovasi ini, diharapkan masyarakat semakin antusias menerapkan teknik ecoprint sebagai metode alternatif yang ramah lingkungan. Demikian pula dengan Wehandaka dan timnya, yang berharap agar penelitian ecoprint ini dapat diterima secara luas.
Harapannya adalah semakin banyak perajin dan pelaku usaha kriya kain atau kulit akan mengadopsi teknik ini. Sebab, selain ramah lingkungan, teknik ini juga dapat mempermudah pekerjaan dan sekaligus meningkatkan nilai jual produk-produk.
Dengan adanya komitmen dan dukungan terhadap solusi-solusi inovatif semacam ini. Diharapkan industri kreatif Indonesia dapat terus berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan. (gni)