Kota Malang, blok-a.com — Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) mengirim surat kepada Presiden RI untuk membentuk tim penyidikan independen.
Rabu (21/12/2022) lalu, TATAK menyampaikan beberapa poin alasan agar orang nomor satu di Indonesia tersebut segera membentuk tim penyidik independen.
Terdapat salah satu poin yang menyebutkan bahwa TATAK menemukan dualisme laporan polisi.
Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan mengatakan bahwa timnya sudah membuat laporan ke kepolisian dengan menyebutkan Pasal 338 KUHPidana sub Pasal 340 KUHPidana jo Pasal 55 KUHPidana dan Pasal 56 KUHPidana sebagaimana Nomor LP-B/413/IX/2022/SPKT/POLRESMALANG/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 09 November 2022.
“Bahwa laporan polisi kami atas tragedi kanjuruhan sebagaimana di atas, diterima namun terdapat perbedaan pengenaan pasal. Sehingga menunjukkan bahwa terdapat dualisme laporan polisi dalam mengusut tragedi Kanjuruhan Malang yakni Polisi berdalih pada adanya kesalahan sementara kami berpendirian bahwa tragedi Kanjuruhan 01 Oktober 2022 dilakukan secara sadar dan disengaja,” ujar mereka dalam surat tersebut.
TATAK menambahkan bahwa berdasarkan fakta yang ada, penembakan gas air mata yang dilakukan oleh Polisi merupakan tindakan yang senyata-senyata dilakukan secara sadar dan sengaja sehingga menciptakan kondisi yang tidak kondusif hingga menyebabkan luka-luka dan meninggal dunia.
Hal-hal inilah yang menyebabkan Aremania menjadi tidak mempercayai pihak penyidik yang selama ini bekerja melalukan pengusutan terkait Tragedi Kanjuruhan tersebut.
Maka dari itu, TATAK mengirim surat kepada Jokowi, orang nomor satu di Indonesia, untuk membentuk tim penyidik independen guna mempercepat proses penyidikan dengan lebih objektif dan transparan.
“Bahwa Presiden dapat memerintahkan dibentuknya tim penyidik independen dengan mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (“Perpu”) sebagaimana urgensi dibentuknya Perpu dalam Putusan MK Nomor 138/PU-VII/2009,” lanjut TATAK.
Urgensi sebagaimana yang dimaksud dalam Putusan MK Nomor 138/PU-VII/2009 yakni:
a. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
b. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
c. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan
keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. (mg1/bob)