Dari Lukis Helm Jadi Startup FoodTech

Suara Surabaya
Dari Lukis Helm Jadi Startup Foodtech

Adalah Achmad Bima Mufid, yang sejak muda, bahkan semasa kuliah, sudah menjajal banyak jenis usaha. Sekitar 2011, waktu itu tercatat masih kuliah di Fak Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga, dia melakoni usaha mulai bidang jasa lukis helm, fashion, event organizer, hingga kontraktor.

Bermacam usaha itu dijalani hingga 2016. Namun dalam catatannya, usahanya banyak mengalami kerugian dan ditipu orang. Dia kemudian menahan diri sementara. Bisnis dihela sejenak dan banyak melakukan langkah evaluasi. Tidak memaksakan diri untuk usaha yang ujungnya mengiris hati.

Namun, mengambil langkah jeda bisnis, berbuntut persoalan baru. Ia terpaksa, “Berhutang kepada anggota keluarga dan teman untuk bertahan hidup,” katanya. Tentu wajar karena praktis sudah tidak ada pendapatan. Arus kas macet, tak ada aliran uang masuk seperti sebelumnya, seambyar apapun kondisinya.

Beruntung, Sang Penentu Nasib mengulurkan tangan kasihnya. Pada Agustus 2017, dia dipertemukan dengan kawannya Syauqi Gumilang, alumnus STIKOM (kini Universitas Dinamika Surabaya). Bersama kawannya itu, dia memulai mengibarkan usaha Gardha Teknologi, jasa pembuatan web dan aplikasi.

Usaha baru itu membuahkan hasil lumayan. Untung ? “Iya lah. Cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan, yang terpenting, bisa untuk mengembalikan hutang setahap demi setahap,” cetusnya gembira.

Bendera Gardha Teknologi menjadi lahan mengasyikkan baginya, hingga kemudian terjadi hantaman dahsyat terhadap nyaris semua sendi bisnis dalam negeri: pandemi Covid-19. Mau tidak mau dia harus beradaptasi dengan situasi kondisi baru, yang tidak menentu.

Tak mau berlama-lama dalam kegalauan, sekitar April 2020, dia memastikan bertransformasi menjadi perusahaan startup foodtech Gardha Catering. Usahanya yang memang berbasis teknologi, diyakini menjadi pijakan kuat untuk menguasai keadaan.

“Kami melihat jalur online akan menjadi pilihan masyarakat, di tengah gerak tidak bebas akibat karantina, PSBB, dan semacamnya itu. Dan benar kan, semua kegiatan orang akhirnya banyak beralih ke online. Belajar, soal kebutuhan makan, bahkan tiba-tiba semua orang bisa berjualan sendiri via online,” cetusnya.

Inovasi Gardha Catering, menurutnya, dibuat demi kemakmuran bersama, bukan mencari keuntungan semata. Karena itu, usahanya difokuskan untuk membangkitkan industri menu rumahan dengan harga terjangkau oleh masyarakat, yang sama-sama terdampak pandemi virus corona.

Apa yang dilakukan? Dia membuka layanan pre-order catering rumahan via platformnya. Siapapun bisa pesan makan siang dengan harga spesial. Armada untuk layanan antarnya pun sudah terbukti mampu menghandle berbagai pesanan. Model bisnis itu, diakuinya, tahan terhadap konsekuensi pandemi dan tahan resesi. Bahkan bisa terus tumbuh dan berkembang.

Kini, Gardha Catering telah didukung lebih dari 1000 mitra ibu rumah tangga di kota Surabaya, Jakarta, dan Semarang. Mereka para pelaku bisnis kuliner yang menyediakan berbagai varian menu. Kesemuanya diwadahi dalam satu platform dan Gardha Catering bertindak jadi media pemasaran, branding dan menentukan single menu, harga, packaging, dan resep masakan dalam satu kota. Semua kegiatan bisnis itu dikendalikan dari tempat workshopnya di Jl Hayam Wuruk no. 6 Surabaya.

Konsumennya mayoritas ibu rumah tangga dan wanita pekerja di sekitar ruko dan perkantoran. “Kami fokus melayani makan siang dengan menu rumahan, yang harganya di bawah Rp 20 ribu, sudah termasuk ongkos kirim. Kami mengambil komisi sekitar 5 hingga 10 persen dari setiap transaksi pelanggan,” cetusnya.

Lebih terperinci, harga per porsinya Rp 13 ribu untuk wilayah Surabaya, Rp 18 ribu untuk wilayah Jakarta dan Semarang. Menariknya, harga itu sudah termasuk ongkir dengan pembayaran pre-order minimal 3 porsi untuk hari itu, dengan menu yang berbeda setiap harinya. Pelanggan bisa melakukan pemesanan melalui kontak whatsapp 0822 3392 3828 atau melalui instagram @gardhacatering.

Apakah itu sudah memenuhi ekspektasi dan proyeksi bisnis? “Sudah,” katanya tegas. Betapa tidak, hanya dengan modal sekitar Rp 7 juta, dirinya mampu melakukan ekspansi ke-3 kota besar, dalam waktu sekitar 7 bulan saja. Namun pada bulan ke-8 dan seterusnya, ia katakan, akan memasang target lebih tinggi lagi. Laju bisnis seperti itulah antara lain yang membuatnya terpilih sebagai salah satu Warrior Hunt Suara Surabaya tahun ini.

Ke depan, diakui Bima, Gardha Catering ingin berkolaborasi dengan venture capitalist, untuk menyusun strategi menarik minat investasi asing pada industri nasi bungkus atau nasi menu rumahan ini. Sekaligus ingin mengembangkan ke kota besar seluruh Indonesia, demi pemerataan ekonomi dari industri masakan rumah tangga di tanah air. (cus/lim)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?