Dituntut Marah-marah, Begini Lho Efek Psikologis Karen’s Diner Pada Karyawannya

karen's diner restoran
Karen's Diner. (source: The Guardian)

blok-A.com — Restoran viral bernama Karen’s Diner asal Australia segera buka di Jakarta. Restoran yang terkenal dengan konsep ‘nyeleneh’ berupa sikap pelayannya yang galak ini rencananya dibuka pada pertengahan Desember mendatang.

Mengutip akun instagram resmi Karensdinerofficial, Karen’s Diner akan berkolaborasi dengan restoran burger lokal, yakni Bengkel Burger.

Karen’s Diner terinspirasi dari seorang tokoh bernama “Karen” yang dianggap freak dan kasar terhadap orang lain.

Walaupun Karen’s Diner menggunakan sikap kasar karyawan tersebut sebagai gimmick dan strategi pemasaran, tetap saja terdapat beberapa efek dari hal tersebut baik kepada pengunjung maupun karyawan.

Lantas, apakah perilaku kasar karyawan Karen’s Diner kepada pelanggan memiliki dampak psikis kepada mereka?

Di salah satu gerai Karen’s Diner di Melbourne, Australia, terdapat sebuah tindakan karyawan yang dianggap berlebihan. Ia bersikap kasar dan melakukan sexual harassment terhadap salah satu pelanggan yang membawa anak berusia 14 tahun.

Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak kepada anak di bawah umur. Pihak restoran akhirnya membuat peraturan untuk para karyawan dan pelanggan agar “sikap kasar” tidak berlebihan.

Selain itu, terdapat juga dampak kepada karyawan karena mereka dituntut untuk berlaku kasar hingga marah-marah.

Menurut Psikolog UIN Malang, Fuji Astutik, marah adalah salah satu emosi yang ada di dalam diri manusia yang tidak seharusnya dikeluarkan dalam kurun waktu lama.

“Marah itu kan salah satu emosi di dalam diri manusia, sebenarnya itu adalah hal normal yang akan muncul ketika sesuatu tidak sesuai dengan keinginan,” tuturnya saat diwawancarai wartawan blok-A, Sabtu (26/11/2022).

“Tapi kalau hal itu dipaksa untuk dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang, itu akan berdampak kepada kesehatan mental orang tersebut,” lanjutnya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jeung Da Yee yang membahas tentang emotional labour (emosional pekerja), menyatakan bahwa dengan perluasan industri jasa, tenaga kerja emosional telah muncul sebagai pemicu stres kerja baru.

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?